Dalam lautan kenyataan, reklamasi lebih banyak untuk kepentingan bisnis dan mengambil sumber daya bersama (common) sehingga masyarakat tak memiliki akses untuk menikmati dan memanfaatkannya.

Reklamasi hanya memberikan dampak buruk bagi masyarakat pesisir dan pulau pulau kecil. Dua kasus reklamasi di Kota Makassar adalah contoh nyata, pembangunan center point of Indonesia dan reklamasi pesisir Tallo memperlihatkan bagaimana pembangunan di wilayah pesisir-laut telah menghilangkan sumber penghidupan masyarakat yang selama ini bergantung hidup dari sumber daya laut.

“Ini salah satu momen untuk masyarakat Lae-lae merefleksikan perjuangannya selama ini. Bahwa kemerdekaan yang diharapkan Pulau Lae-Lae adalah terbebas dari reklamasi dan berdaulat atas sumber daya alam. rencana reklamasi yang akan merusak dan menghilangkan wilayah tangkap nelayan harus dihentikan.” Taufik (kawal Pesisir)

Pulau Lae Lae menjadi incaran selanjutnya untuk direklamasi. Pemerintah Sulawesi Selatan lewat pemberitahuan resminya, menginformasikan akan melakukan reklamasi di sebelah barat Pulau Lae-Lae. Jika rencana reklamasi tidak dihentikan, maka akan ada 484 nelayan Pulau Lae-Lae yang berpotensi hilang sumber kehidupannya. Jika dirata-ratakan, satu nelayan memiliki 4 anggota keluarga, maka akan ada 1.936 orang mendapat dampak buruk dari pembangunan reklamasi ini. Jumlah tersebut belum termasuk keluarga pa’papalimbang, warung/kios, wiraswasta dan pelaku wisata.

Salah satu kebijakan daerah yang melegalisasi privatisasi laut dengan cara reklamasi adalah Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Kebijakan ini bukan hanya menghilangkan wilayah kelola nelayan dan perempuan, tapi menciptakan konflik sosial yang berkepanjangan antara warga, pemerintah dan perusahaan.

Konflik sosial terjadi, disebabkan perbedaan kepentingan antara keinginan pemerintah, perusahaan swasta dan komunitas nelayan dan perempuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan pesisir dan laut. Selain itu, kegiatan reklamasi ini berpotensi melanggar hak asasi nelayan atas laut.