Peran dirinya sebagai perwakilan WMD dalam proses kerjasama diawal, sebagai contact person (narahubung) bagi WMD di Indonesia.

Juga sebagai penerjemah dalam pertemuan-pertemuan dan pengatur jadwal serta akomodasi penunjang jika ada delegasi WMD Belanda datang ke Indonesia atau dari Indonesia ke Belanda. Oleh karenanya, dia merasa dikriminalisasi atas kasus yang dihadapi, dirinya juga tidak terlibat dalam penandatanganan kerjasama. Ada tujuh orang yang menandatangani perjanjian kerjasama dari tiga pihak yakni PDAM Manado, Pemkot Manado dengan WMD Belanda.

“Saya sendiri tidak termasuk di dalamnya (yang menandatangani kerjasama, red). Justeru saya jadi tersangka (sekarang terdakwa, red),” ujarnya.

Tuduhannya sebagai pembuat draf kerjasama, melakukan pendekatan atau lobi-lobi ke Walikota Manado, Ketua DPRD agar kerjasama terjali, padahal Joko Suroro mengaku sama sekali tidak kenal dengan mereka, juga dalam BAP mantan walikota dan mantan Ketua DPRD mengatakan tidak kenal terdakwa.

“Selama proses pembahasan draft perjanjian kerja sama WMD Belanda dibantu kantor hukum Adnan Buyung Nasution, bahkan juga dimintakan legal opinion,” tambahnya.

Dikatakan Joko, WMD Belanda sangat serius membantu PDAM-PDAM yang bekerja sama dengan mengirimkan staf dari Belanda. WMD juga mengucurkan banyak dana untuk menutup defisit biaya operasional dan proyek.

“Progresnya terlihat dari kondisi awal PDAM Manado dengan saat ini dan yang paling diuntungkan dari kerja sama ini adalah PDAM/Pemkot Manado, karena selama masa kerja sama tidak mengeluarkan uang sama sekali,” katanya.

Kasus mencuat, kata dia, karena dari kerja sama timbul hutang yang besarnya mencapai Rp160 miliar yang harus dibayarkan ke WMD Belanda. Setelah dilakukan audit, menjadi Rp107 miliar namun yang diakui dan siap dibayar dengan cara mencicil Rp 54 miliar.