Oleh: Mustaufiq
(Pengurus DPD AMPI Jeneponto)

Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di mana rakyat dapat memilih pemimpin politik secara langsung. pemimpin politik adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen) baik ditingkat pusat maupun daerah sedangkan pemimpin lembaga eksekutif yaitu kepala pemerintahan seperti presiden, gubernur, atau bupati/walikota. Tujuan penyelenggaraan pemilu adalah untuk memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman, tertib, dan konstitusional serta dalam rangka melaksanakan kedaulatan rakyat dan hak asasi warga negara.

Pasca pelaksanaan pemilihan umum 14 Februari 2024, para pendekar politik di daerah mulai memperlihatkan jurus dan teknik bertarung yang digunakan, hal ini wajar dan lumrah karena juara dalam pertarungan politik akan di menangkan oleh strategi dan taktik yang mumpuni.

Pilkada merupakan sebuah momentum masyarakat untuk menentukan arah pembangunan daerah lima tahun kedepan. Dimana masyarakat akan memilih pemimpin yang membawah aspirasi pembangunan daerah. Karena pada dasarnya, Cepat atau lambat pembangunan daerah ditentukan oleh keputusan politik. Oleh karena itu, masyarakat harus mengenali calon kepala daerah sebelum menggunakan haknya. Perhelatan pilkada serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024 akan menjadi pertarungan kekuatan geopolitik, strategi politik, dan komunikasi politik yang tentunya terus dinamis hingga deadline penentuan pasangan untuk di usung maju dalam gelanggang pertarungan dan inilah sejatinya demokrasi.

Abraham Lincoln, mengartikan demokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (democracy is goverment of the people, by the people, for the people) yang kemudian dikenal sebagai demokrasi modern. Berangkat dari pemikiran tersebut, melahirkan sistem demokrasi perwakilan (representative democracy). Atau dengan kata lain Pengisian jabatan kepala daerah menggunakan pemilihan langsung (direct democracy). Tetunya dengan harapan akan terpilih pemimpin yang bijak dalam memimpin. Tidak hanya mampu bernarasi pada tataran konsep tetapi premature dalam aksi, tidak pula hanya mengandalkan financial tapi lemah dalam barganing politik.

Mencuatnya beberapa figur politisi lintas generasi saat ini, mulai menjadi perbincangan di meja pojok kedai kopi sehingga mengikis derasnya arus narasi hasil perhitungan KPU RI terhadap hasil Pemilu legeslatif yang sudah berjalan beberapa waktu yang lalu. Ini menandakan bahwa, masyarakat mulai tergoda dan teriming dengan tontonan atraksi setiap Bakal Calon Bupati maupun bakal Calon Wakil bupati kedepan. Jika momentum ini di manfaatkan sebagai Coaching clinic politic maka kita boleh berekspektasi bahwa, kedepan akan muncul banyak figur yang hebat secara konsep dan jawara pada aksi. Masyarakat harus cerdas melihat, memilih, dan memilah sosok yang memiliki visi dan misi membangun daerah dengan memanfaatkan potensi lokal sebagai episentrum pembangunan berkarakter local wisdom.

Jika kita telah menakar dan menerka kemampuan dan potensi para figur jawara politik saat ini, maka keputusan akhirnya adalah bagaimana kita menjatuhkan pilihan dengan merujuk pada visi dan misi yang di tawarkan namun bukan sekedar dibibir sebagai pemanis dan tidak pula sebatas di telinga sebagai penyemangat semu. Visi misi harus membumi tidak melangit, harus dirasa tidak sekedar merasa, masyarakat butuh kepastian tidak sekedar janji penenang jiwa. Beda pilihan wajar, tak sama dukungan manusiawi, tapi jalinan kekerabatan, persaudaraan, pertemanan, persahabatan jangan ternodai karena sebuah pesta yang pastinya hanya datang 5 tahun sekali. (*)

YouTube player