Umumnya, Bendi dikemudikan oleh laki-laki yang memiliki kemampuan mengendalikan kemudi berupa tali kekang yang terikat langsung ke mulut kuda sehingga butuh ketelitian khusus untuk mengarahkan jalannya kuda sebagai kemudi Bendi.

Saat ini, Bendi tak lagi mendominasi jalan jalan kota Bangkala, keberadaannya bersaing dengan moda transportasi lain yang lebih efisien dan efektif, ojek, bentor dan pete pete, walau demikian beberapa warga masih menjadikan Bendi sebagai transportasi favorit menuju pasar atau keperluan lain

Kepemilikan Bendi masih terdapat di Kelurahan Benteng, Pallengu dan Pantai Bahari, jumlahnya bahkan masih puluhan

Tarifnya yang relatif murah dan terjangkau, menjadi alasan warga hingga kini tetap memilih Bendi sebagai sarana angkutan utama jika berpergian ke pasar untuk menjual hasil bumi atau berbelanja.

Untuk satu kali naik bendi, warga cukup membayar sesuai dengan jarak saja. Per orang cuman membayar seharga Rp. 3.000 hingga Rp. 5.000, tergantung jarak dan barang bawaan. Untuk mensiasati semakin sepinya penumpang, para penarik Bendi juga mengangkut material seperti balok, bambu dan lainnya.

Entah sampai kapan, Ma’do Daeng Bella (64), Muis (25), Uci (48), Laju’ (60), Daeng Situju (65) dan yang lainnya di Kecamatan Bangkala dapat terus terlihat di jalan jalan kota Bangkala menarik Bendi dan bertahan sebagai moda transportasi tradisional ditengah arus modernisasi.

Dari Bontosunggu Kelurahan Kalimporo, Dg Situju (65) Pemilik sekaligus penarik Bendi, mewakili segenap penarik dan masyarakat pengguna Bendi mengucapkan selamat hari jadi Jeneponto ke161, semoga Bendi sebagai cerita sejarah Jeneponto tetap lestari.

Penulis : Oji pajeka (Tim JJ161)

—– Bersambung —–