RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada tanggal 23 Juli setiap tahunnya memberikan kesempatan penting bagi semua pihak untuk merenungkan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam memenuhi hak-hak anak. Sejalan dengan tema HAN 2024 tentang anak cerdas, berinternet sehat, dan suara anak membangun bangsa, Save the Children Indonesia telah membentuk Digital Youth Council (DYC) untuk meningkatkan perlindungan anak dalam dunia digital.

Dunia digital memberikan banyak peluang bagi anak-anak untuk belajar, bermain, dan berinteraksi dengan teman dan keluarga hanya dengan menggunakan perangkat digital. Namun, tanpa pengawasan, perlindungan, dan kesadaran yang cukup, dunia digital juga membawa risiko serius seperti perundungan, kekerasan seksual, grooming, dan lainnya.

Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, dalam lima tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah populasi yang memiliki akses internet dari 64,8% (2018) hingga 79,5% (2024), atau sekitar 221.563.479 jiwa dari total penduduk Indonesia. Lebih dari 48,10% dari anak-anak yang berusia kurang dari 12 tahun sudah dapat mengakses internet. Studi lain juga mengungkapkan bahwa 95% anak mengakses internet setiap hari, dengan 2% atau sekitar 500.000 anak di Indonesia mengaku pernah menjadi korban eksploitasi seksual dan perilaku tidak pantas di dunia maya dalam setahun terakhir.

“Anak-anak adalah pelaku utama dalam dunia digital. Namun, mereka pada umumnya tidak memiliki literasi yang memadai, sehingga menjadi sasaran kejahatan di dunia digital. Meningkatkan kesadaran dan perlindungan anak-anak di dunia digital adalah langkah penting untuk memastikan bahwa teknologi informasi dapat digunakan dengan aman dan positif,” kata CEO Save the Children Indonesia, Dessy Kurwiany Ukar.

“Digital Youth Council adalah suatu terobosan karena sebagai pelaku utama, suara anak-anak layak di dengar, terutama tentang dukungan apa yang dibutuhkan untuk melindungi generasi saat ini dan mendatang. DYC juga dapat berkontrbusi mengisi kekosongan regulasi maupun penyadaran dan pengawasan di ranah daring yang berspektif kepentingan terbaik anak,” imbuhnya.