Makassar, Rakyat News – Mochammad Ramdhan Pomanto yang saat ini berstatus sebagai Wali Kota Makassar memilih maju lewat jalur independen pada Pemilihan Wali Kota 2018 mendatang. Sebagai calon petahana yang memilih tak melibatkan Partai Politik secara administrasi dalam lingkar pemenangannya, menuai problem.

Langkah tak biasa yang ditempuh seorang Petahana menurut mantan Ketua Pengurus Besar (PB) HMI periode 2013-2015, Abd Azis Udin, merupakan sebuah kemunduran. Lantaran menurutnya dalam beberapa tahun menjabat sebagai Eksekutif di kota Makassar seharusnya terjadi komunikasi yang harmonis dengan legislatif yang tak lain merupakan refresentasi pengurus Partai.

“Kenapa Pak Danny tidak mendapat dukungan mayoritas Partai padahal Eksekutif dan legislatif mitra kerja. Kalau ini terjadi berarti ada yang salah, dia tidak mampu merangkul partai2 yang ada di Legislatif (DPRD Makassar). Ada komunikasi yang bermasalah antar keduanya tapi setidaknya Pak Danny sebagai pemimpin kota Makassar harus bisa merangkul,” ujarnya, Selasa (19/12).

Alumni Jurusan Komunikasi Politiki Pascasarjana Universitas Jayabaya Jakarta itu menerangkan bahwa dalam pembangunan kota Eksekutif dan Legislatif seharusnya saling menguatkan. Apalagi di era pembangunan demokrasi saat ini.

“Salah satu pilar demokrasi itu Parpol dan Media Massa. Parpol itu pilar penting dalam menguatkan demokrasi apalagi saat ini masih dalam kondisi pembangun demokrasi pasca Reformasi. Namun problemnya sekarang, misalnya Parpol tidak membackup Pemerintah sebab adanya miskomunikasi diantaranya yang kemudian rakyatlah yang dirugikan,” terangnya.

Melihat adanya dinamika jelang Pilawali tersebut Abd Aziz berasumsi bahwa gagalnya Danny Pomanto maju lewat jalur Parpol mengindikasikan adanya problem yang terjadi selama empat tahun masa kepemimpinannya.

“Selama 4 tahun kepemimpinan pasti ada yang bermasalah, sekarang yang menjadi tolak ukur itu saat Pak Danny mau maju tak mendapat dukungan. Ini berarti tidak adanya kepercayaan terhadap Parpol karena daftar lewat independen. Padahal Legislatif ini juga bagian dari elemen dalam menyukseskan pembangunan kota,” tegasnya.

Dengan asumsi tersebut, ia berharap kota Makassar kedepannya bisa dibangun dan mencapai tujuannya jika Eksekutif dan Legislatif saling berangkulan. Ditandai dengan kerjasama awal pada Pemilihan Wali Kota 2018 mendatang.

Selain itu, ia juga menegaskan jika kepemimpinan kota Daeng julukan kota Makassar kedepannya harus mengutamakan nilai-nilai kultural. Sebab menurutnya kota Makassar merupakan kota Budaya.

“Untuk masa depan kota Makassar kita butuh Wali Kota yang diterima semua kalangan, yang tidak anti kritik serta Wali Kota yang menjaga kultur sebab kota Makassar kota yang menjunjung nilai-nilai budaya Makassar. Harapannya juga Wali kota Makassar kedepan bisa akur dan menjalin komunikasi baik dengan Legislatif sebab dua pilar ini penting,” tutupnya. (*)