RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Partai politik diperbolehkan untuk tidak mendukung calon kepala daerah atau memilih untuk abstain dalam pemilihan kepala daerah. Aturan ini diatur dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pasal tersebut tidak memberikan larangan khusus atau sanksi bagi partai politik yang tidak mendukung calon kepala daerah.

Pasal 40 ayat (1) hanya mengatur persyaratan khusus bagaimana partai politik atau koalisi partai politik bisa mendaftarkan pasangan calon setelah memenuhi syarat minimal, yaitu 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari total suara sah yang diperoleh dalam Pemilu DPRD.

Di sisi lain, Pasal 40 ayat (4) UU Pilkada juga hanya menjelaskan bahwa partai politik atau koalisi partai politik hanya bisa mengusulkan satu pasangan calon.

Peneliti Perludem, Usep Hasan Sadikin, mengungkapkan bahwa tidak ada kewajiban bagi partai politik untuk memperkuat persaingan dalam pemilihan kepala daerah.

“Dan itu berdampak bisa adanya calon tunggal juga di satu daerah. Dan keberadaan calon tunggal ini kan tanda enggak ada ketentuan yang memberikan sanksi untuk memaksa partai,” kata Usep, mengutip CNNIndonesia.com.

Menurut Usep, masalah utama dalam UU Pilkada bukanlah karena tidak adanya sanksi bagi partai politik yang tidak mendukung kandidat. Tetapi, tantangan terbesar justru terletak pada kesulitan dalam mencalonkan kandidat yang memenuhi syarat sehingga atmosfer kompetitif menjadi minim.