RAKYAT NEWS, JAKARTA – Koordinator Tim Observasi Stasiun Geofisika BMKG DIY Budiarta menegaskan, bahwa megathrust tidak selalu memicu gempa dengan kekuatan besar melebihi magnitudo (M) 7.

Budiarta menyatakan demikian sebagai tanggapan terhadap anggapan masyarakat yang mengira setiap megathrust akan menyebabkan gempa besar dan tsunami.

“Tidak selalu gempa megathrust (memicu gempa dengan) kekuatan besar, bahkan beragam, bisa lebih kecil dari M 5. Tergantung dari energi yang dilepaskan,” ujar Budiarta, dikutip dari Kompas.com, Selasa (27/8/2024).

Menurut penjelasan Budiarta, megathrust merupakan sumber gempa subduksi lempeng yang terjadi ketika terjadi gesekan antara dua lempeng tektonik di kedalaman dangkal kurang dari 50 kilometer.

Ia menjelaskan bahwa megathrust bisa diibaratkan sebagai patahan yang memiliki tekanan besar ke atas.

“Karena mampu mengakumulasi energi medan tegangan gempa dan memicu gempa kuat yang menimbulkan rekahan panjang dan bidang pergeseran yang luas,” jelas Budiarta.

Budiarta menambahkan bahwa wilayah Jawa telah mengalami gempa megathrust dengan kekuatan besar antara M 7 hingga M 8 sebanyak 12 kali sejak tahun 1840 hingga 2009.

Gempa-gempa tersebut berasal dari zona megathrust di selatan Jawa, termasuk gempa dengan kekuatan M 5,5 yang terjadi di Gunungkidul, DIY pada Senin (26/8/2024) malam.

Gempa pertama terjadi pada 4 Januari 1840 dengan kekuatan M 7,5. Sumber gempa tersebut berada di bagian selatan DIY, tepatnya di Samudera Hindia.