Ombudsman bekerja keras dan serius soal ini. Ada yang meyakini fakta-fakta yang terungkap ini bagaikan butiran gunung es saja, karena patut diduga hal ini terjadi di banyak PTN maupun swasta di nusantara ini. Banyak yang menduga bahwa fenomena seperti ini adalah produk dari manejemen Kementerian yang membidangi pendidikan tinggi.

 

Beberapa kemungkinan mengapa hal ini terjadi. Pertama, ada pihak oknum pejabat dari Kementerian terkait memanfaatkan masalah itu untuk kepentingan pribadi. Dalam konteks ini, Prof M Nasir, Menristek dan Dikti sekarang, hanyalah menerima warisan di mana belum bisa melakukan reformasi birokrasi di internnya. Singkatnya, para oknum aparat atau pejabat yang bermain itu masih terus bertengger dan berperan di dalamnya.

 

Kedua, para pejabat dari Kementerian terkait lalai dalam mengendalikan kebobrokan di intern PT di Indonesia. Nanti sudah dilaporkan ke pihak-pihak berwenang seperti di Ombudsman baru kemudian sedikit terbuka matanya. Itu pun, sebagian pejabatnya, terus berupaya mengabaikannya. Tepatnya, mereka tak mau repot-repot lagi.

 

Apalagi jika terkait dengan pemilihan Rektor, di mana bisa memanfaatkan keinginan kuat dari para figur calon Rektor untuk memperoleh sesuatu. Maka, di era bersih-bersih pungli sekarang ini seharusnya juga dibarengi dengan bersih-bersih kampus ke arah terbangunnya lembaga perguruan tinggi yang ideal.(*)