Jaksa Agung sebagai pimpinan dan penanggung jawab tertinggi Kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, wewenang Kejaksaan, dan tugas lain yang diberikan oleh Negara memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan hukum nasional. Pasal 19 ayat (2) UU Kejaksaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2021 menyatakan Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan Presiden, pengaturan tersebut berimplikasi menjadikan Jaksa Agung bagian dari kabinet pemerintahan setingkat dengan menteri negara, masa jabatan Jaksa Agung menyesuaikan atau mengikuti masa jabatan presiden, ketika masa jabatan Presiden berakhir maka masa jabatan Jaksa Agung juga berakhir.

Pengangkatan Jaksa Agung merupakan hak konstitusional Presiden, namun dalam pengangkatan Jaksa Agung memiliki perbedaan dengan pengangkatan jabatan menteri di kabinet pemerintahan. Syarat untuk diangkat menjadi Jaksa Agung diatur dalam Pasal 20 UU Nomor 11 Tahun 2021. Namun dalam perkembangannya Pasal 20 UU Nomor 11 Tahun 2021 telah dilakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan Nomor: 6/PUU-XXII/2024 yang memberikan pemaknaan bahwa untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung.

Jaksa Agung haruslah orang yang berintegritas, memiliki kapasitas, kapabilitas, kompetensi, rekam jejak, komitmen yang tinggi dalam upaya penegakan hukum termasuk pemberantasan korupsi serta terbebas dari kepentingan politik. Secara kelembagaan Kejaksaan adalah eksekutif, namun dalam menjalankan fungsi penegakan hukum bersifat independen dari kekuasaan mana pun.

Sejarah mengingatkan kita bahwa Kejaksaan RI tidak pernah kekurangan tokoh untuk memimpin, Prof. Baharuddin Lopa, dan Jaksa Agung saat ini, Prof. Dr. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M. Keduanya merupakan bukti konkrit bahwa Kejaksaan sukses melakukan kaderisasi kepemimpinan. Mereka merupakan Jaksa Agung yang lahir dari rahim Kejaksaan memulai pengabdiannya sejak muda sebagai seorang Jaksa yang khatam asam garam Kejaksaan, maka seharusnya yang menjadi Jaksa Agung adalah Jaksa karier yang telah melalui banyak pengalaman penugasan dalam struktur organisasi Kejaksaan. Pengalaman adalah guru kehidupan, tidak dapat dinafikan bahwa Jaksa karier lah yang memiliki pengalaman dan memahami kebutuhan serta sistem kerja kejaksaan. Nampaknya tak elok jika institusi ini dipimpin oleh yang bukan Jaksa Karier atau purna Jaksa.