Oleh: Ferry Tas, S.H., M.Hum., M.Si.

(Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Sulsel/Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin).

Quo Vadis menjadi kalimat sakral peristiwa teologis Kristen yang terjadi di Roma, kalimat tersebut kemudian diabadikan menjadi nama gereja Domine Quo Vadis di Roma, Italia. Kalimat tersebut menggugat “Ke mana engkau pergi?” hingga menjadi monumen ketulusan dan pengorbanan. Perkembangan telah membawa perubahan dan penggunaan kalimat quo vadis dibanyak segmen. Kalimat tersebut berkaitan dalam menentukan arah dan tujuan yang dicita-citakan.

Kejaksaan telah menentukan arah dan tujuannya dengan menjadikan Jaksa Pengacara Negara sebagai pilar penegakan hukum modern. Kejaksaan telah menunjukkan eksistensi, bertahan dalam setiap perkembangan dan perubahan dan telah terbukti bahwa Kejaksaan dapat menyesuaikan dengan perubahan zaman. Kejaksaan juga telah menjadi lembaga modern dan humanis, melalui fungsi penegakan dan pelayanan hukum. Kejaksaan memiliki peran sentral dan strategis dalam penegakan hukum modern yang erat kaitannya dengan kewenangan bidang perdata dan tata usaha negara. Perkembangan penegakan hukum telah membawa Kejaksaan untuk terus bertransformasi memberikan kontribusi dalam pembangunan hukum nasional. Kejaksaan tidak hanya sebagai procureur generaal, tetapi juga sebagai advocaad generaal dan solicitor generaal yang dilaksanakan oleh Jaksa Pengacara Negara.

Kedudukan Kejaksaan sebagai procureur generaal berarti bahwa Jaksa Agung sebagai Penyidik, Penuntut Umum dan Eksekutor Tertinggi erat kaitannya dengan perkara pidana. Dari perspektif asas penuntutan tunggal, negara memberikan kekuasaan penuntutan hanya kepada Jaksa Agung yang dapat mendelegasikan wewenang penuntutan yang dimilikinya. Advocaat Generaal memberikan Kewenangan kepada Jaksa Agung mengajukan pendapat teknis hukum dalam perkara kepada Mahkamah Agung dalam permohonan Kasasi. Solicitor Generaal Jaksa Agung memiliki kewenangan selaku Jaksa Pengacara Negara Tertinggi.

Jaksa Pengacara Negara dirangkai dengan kata “pilar” mengirimkan pesan bahwa kedudukan Jaksa Pencara Negara begitu strategis dalam penegakan hukum modern. Suatu rumah atau bangunan konstruksi tidak akan berdiri dengan kokoh dan megahnya tanpa pilar yang kuat. Secara etimologi, kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata “pilar” menjadi tiga, pertama “pilar” diartikan sebagai penguat sebuah monumen agar berdiri dengan megahnya. Kedua “pilar” juga diartikan sebagai dasar yang bersifat pokok. Ketiga “pilar” diartikan sebagai tiang untuk menyangga bagian konstruksi atau beban diatasnya. Dalam falsafah kehidupan kata “pilar” bermakna sebagai nilai yang dianut, prinsip, dan tumpuan untuk terus bergerak. Pilar juga dapat membantu menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang menjadi tantangan. Istilah pilar digunakan untuk menggambarkan bahwa Jaksa Pengacara Negara menjadi penopang dan tumpuan tegaknya penegakan hukum Kejaksaan dalam segala lini kehidupan. Penegakan hukum sebagai proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan hukum dikehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Eksistensi Jaksa Pengacara Negara menjadi tuntutan penegakan hukum modern. Dalam teori Hukum progresif menjadi bagian dari proses searching for the truth (pencarian kebenaran) dan searching for justice (pencarian keadilan) yang tidak pernah berhenti, gagasannnya mengalir, dan tidak bertahan pada status quo. Kiblat hukum progresif selalu menuju pada hukum untuk manusia. Paradigma penegakan hukum modern tidak hanya didasarkan pada kepastian hukum semata, tetapi menjunjung nilai keadilan dan kebermanfataan bagi masyarakat luas. Teori hukum progresif tersebut sejalan dengan Komitmen Kejaksaan, hal ini dilihat pada tema rakernis bidang Datun Tahun 2024 yang mengangkat tema “Penguatan Fondasi Jaksa Pengacara Negara Dalam Rangka Mendorong Produktifitas Untuk Transformasi Ekonomi Yang Inklusif dan Berkelanjutan.” Tema tersebut mengirimkan pesan kepada seluruh insan Adhyaksa di seluruh negeri bahwa paradigma penegakan hukum telah dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman pada aspek perekonomian dan Kejaksaan tidak boleh tertinggal, ia harus melaju melampaui zamannya.

Kewenangan Kejaksaan sebagai Jaksa Pengacara Negara diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 yang mengatur kedudukan Jaksa Agung sebagai pengacara negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan Jaksa Agung selaku Pengacara Negara tersebut memberikan pemaknaan baru terhadap kewenangan Kejaksaan di bidang perdata dan tata usaha negara selaku advocaat generaal yang dapat bertindak karena kedudukan dan jabatannya sebagai Jaksa Pengacara Negara untuk dan atas nama negara atau pemerintahan termasuk BUMN/BUMD, maupun kepentingan umum di bidang perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan dengan surat kuasa khusus di semua lingkungan peradilan baik di litigasi atau non-litigasi. Kewenangan tersebut kemudian dipertegas dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 mengatur Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada Presiden dan instansi pemerintah lainnya termasuk BUMN/BUMD. Kedudukan Jaksa Pengacara Negara menjadi ikhtiar negara untuk memperluas peran dan kontribusi Kejaksaan. Kewenangan tersebut merupakan bentuk kepercayaan negara kepada Institusi Kejaksaan karena dianggap mampu dan berkompeten. Tak salah jika Kejaksaan menjadi lembaga penegak hukum secara konsisten paling dipercaya oleh masyarakat.

Tak hanya dalam bidang perdata dan tata usaha negara, dalam perkara tindak pidana korupsi Jaksa Pengacara Negara juga memiliki peran berjuang mengembalikan kerugian negara, hal tersebut diatur pada Pasal 32 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Permberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur bahwa “dalam hal penyidikan menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.”

Isu perdata dan ketatanegaraan begitu dinamis membuat bidang Datun Kejaksaan juga harus bergerak cepat, isu kontemporer yang berkaitan dengan peran Datun adalah Perlindungan Data Pribadi (PDP). Dalam Undang-Undang PDP diatur peran Jaksa Pengacara Negara yaitu memberikan bantuan hukum terkait penyelesaian sengketa pelindungan data pribadi dan sita eksekusi untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Bertambahnya kewenangan Jaksa Pengacara Negara dalam PDP dapat dijadikan modal besar untuk mencegah berulangnya peristiwa kebocoran data nasional, kehadiran Jaksa Pengacara Negara harus melakukan pengamanan dalam segi pengaturan terkait perlindungan data pribadi.

Pencapaian bidang Datun dalam periode 2014-2024 yang tercatat dalam lampiran pidato Presiden yang menyebutkan bahwa penyelamatan kerugian keuangan negara melalui jalur Perdata sebesar Rp. 506,70 triliun (lima ratus enam koma tujuh puluh triliun rupiah), US$ 12,30 juta (dua belas koma tiga puluh juta Dolar Amerika), dan Emas seberat 107.441 kg (seratus tujuh ribu empat ratus empat puluh satu kilogram). Pemulihan kerugian keuangan negara melalui jalur Perdata sebesar Rp. 73 triliun (tujuh puluh tiga triliun rupiah) dan US$20,76 juta (dua puluh koma tujuh puluh enam juta dolar Amerika).

Khusus bidang Datun Kejati Sulsel, Capaian kinerja sejak Januari-Agustus 2024 juga menunjukkan pencapaian yang signifikan yaitu telah berhasil melakukan Penyelamatan keuangan negara sebesar Rp. 5.889.950.000.000 dan Kejari se-Sulsel sejumlah Rp. 563.664.528.294, Pemulihan keuangan negara Kejati Sulsel Rp. 6.850.415.156 dan Kejari se-Sulsel sejumlah Rp. 9.612.293.452, pemberian bantuan hukum litigasi Kejati Sulsel sebanyak 7 SKK dan Kejari se-Sulsel sebanyak 2 SKK, Non litigasi Kejati Sulsel 5 SKK dan Kejari se-Sulsel sebanyak 749 SKK, Pendampingan Hukum (Legal Asisstance) Kejati Sulsel sebanyak 13 kegiatan dan Kejari se-Sulsel sebanyak 140 Kegiatan, Tindakan hukum lain Kejati Sulsel sebanyak 3 kegiatan dan Kejari se-Sulsel sebanyak 5 kegiatan. Bidang Datun juga secara konsisten melaksanakan Tugas Direktif Presiden pada Pemulihan Ekonomi Nasional, Pengendalian Inflasi, Optimalisasi Sosialisasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dilakukan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.

Pencapaian-pencapaian dan keberhasilan dalam berbagai tingkatan struktur organisasi Kejaksaan menjadi bukti kesuksesan di bawah komando Jaksa Agung, Prof. Dr. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M. dan kerja keras seluruh insan Adhyaksa di seluruh negeri yang selalu tulus mengabdi kepada masyarakat dan negara. Optimalisasi peran Jaksa Pengacara Negara dalam pemberian bantuan/jasa hukum memiliki peluang untuk diperluas tidak hanya untuk negara/instansi pemerintah, hal ini untuk mendorong peningkatan PNBP oleh Kejaksaan, namun tetap dengan batasan tertentu yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kepentingan negara. (*)

YouTube player