RAKYAT.NEWS, JAKARTA – PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN memperkirakan bahwa sekitar 120 juta penduduk Indonesia tidak memiliki rumah dan tinggal di tempat yang tidak layak untuk dihuni.

Direktur Utama BTN, Nixon Napitupulu, mengelompokkan mereka ke dalam dua kategori. Pertama, terdapat 10 juta keluarga yang masih belum memiliki rumah, disebut sebagai backlog.

Nixon juga mencatat bahwa kelompok kedua terdiri dari 24 juta keluarga yang sebenarnya sudah memiliki rumah, tetapi BTN menganggap rumah mereka tidak layak huni.

“Persoalan pekerjaan rumahnya masih banyak. Kurang lebih 34 juta keluarga. Kalau satu keluarga kali 4 orang, berarti masih ada 120 juta orang hidup tanpa rumah atau tidak layak huni,” kata Nixon dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, Rabu (13/11), mengutip CNN Indonesia.

Oleh karena itu, Nixon mengerti mengapa pembangunan perumahan menjadi salah satu prioritas Presiden Prabowo Subianto. Ia juga menjelaskan beberapa dampak positif yang dapat dihasilkan dari sektor ini.

Contohnya, pembangunan rumah merupakan industri yang membutuhkan modal besar dan tenaga kerja yang banyak. Nixon mengatakan bahwa satu rumah bisa menampung 5 pekerja, meskipun dengan teknologi baru jumlah tersebut bisa berkurang menjadi 3-4 pekerja.

“90 persen materialnya itu local content. Jadi, tingkat komponen dalam negeri (TKDN)-nya tinggi, 90 persen-95 persen. Rumah menengah bawah, pasir, semen, bata, genteng, seng, kayu, sampai rangka baja ringan itu produksi Indonesia. Jadi, bisa dibilang ini benar-benar local content. Hanya rumah mewah yang impornya banyak,” urai Nixon.

Selain itu, Nixon juga membahas kontribusi sektor perumahan terhadap penerimaan negara. Meskipun rumah termasuk kebutuhan pokok, namun setiap tahun dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB).

Di sisi lain, terdapat efek multiplier lain yang penting. Nixon menegaskan bahwa banyak negara mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor ini karena berdampak pada 185 subsektor, mulai dari agen properti hingga lingkungan sekitar rumah setelah pembangunan selesai.

“Kita lagi piloting 800 rumah, yang kita sebut rumah rendah emisi. Bahan bakunya, memang ini tahap awal, 10 persen bahan baku rumah dari sampah plastik yang di-recycling,” pungkasnya.

“Dikombinasi dengan pasir dan sebagainya menjadi bata, genteng, batako. Yang menarik mereka lebih tahan banting karena ada perekat plastiknya mungkin. Sampah plastik paling banyak di Indonesia rupanya itu mi instan, kopi sachet, dan sebagainya. Gak bisa dipakai lagi, itu di-recycling jadi batako dan sebagainya,” jelas Nixon.

YouTube player