Pembahas Mashadi Said menguraikan bahwa di mana setiap langkah menggambarkan perjuangan tanpa henti, tekad yang tak tergoyahkan, dan filosofi hidup yang kaya akan nilai-nilai lokal.

“Dalam buku ini, perjalanan hidup Fiam Mustamin tidak hanya menjadi cerminan pengalaman pribadi, tetapi juga sebuah pelajaran universal tentang bagaimana menghadapi kehidupan dengan tekad, keberanian, kerja keras, dan kearifan,” ujar Mashadi.

Buku Fiam, menurut Guru Besar Bidang Budaya di Universitas Pancasila ini, adalah bukti nyata bagaimana filosofi Bugis menjadi pelita di tengah tantangan hidup yang terus menghadang.

“Tergambar suatu idealisme membara yang diramu secara kritis dengan mengulas berbagai pandangan para tokoh untuk melihat bangsa Indonesia yang lebih maju,” imbuhnya.

Bagi Fiam, setiap langkah kecil di jalan setapak adalah simbol kerja keras dan kesabaran. Ia memanfaatkan setiap peluang, meskipun kecil, sebagai batu loncatan menuju mimpi yang besar.

Filosofi Bugis yang ia anut, “nawa-nawa” (harapan) “resopa natinulu na temmangingngi malomo naletei pammase dewata”.

Sebaliknya seniman Aspar Paturusi menekankan bahwa sebuah tulisan mengandung nilai-nilai keabadian.

Sementara Ulla Nuchrawati secara tepat meringkas sosok FIAM sebagai kepanjangan dari Fenomenal, Inspirasi, Antusiasme dan Misteri. “Fiam adalah seorang primordial yang baik,” kata Ulla yang dikenal sebagai dokter dan politisi.

Akan halnya Ilham Bintang menyebut tulisan Fiam adalah karya jurnalistik dimana ia terlibat dalam setiap tulisannya.

Adapun Hasbullah Ismail mengungkapkan bawa hampir semua pidato Ketua Umum KKSS Beddu Amang ditulis oleh Fiam Mustamin. “Jika dijumlah bisa 1.000 halaman karena periode Pak Beddu cukup lama,” ucap Hasbullah yang tengah mengambil doktoralnya.

Demikian juga kesaksian Mochtar Andrew bahwa setiap kali menghubungi Fiam atau menyambangi ke rumahnya ia pasti sedang menulis.