“Ketegasan Mendagri dan Gubernur juga sebagi bentuk warning bagi pejabat propinsi dan daerah lainnya untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa,” pungkasnya.

Sementara itu, akademisi ilmu politik Universitas Bosowa (Unibos) Makassar, Arief Wicaksono mengatakan secara konstitusi pada intinya izin itu harus ada menurut UU.

“Kalau tidak ada mematuhi UU. Problemnya adalah, bagaimana Kemendagri merespon situasi itu. Dan memberikan sanksi,” tuturnya.

Ditambahkan bahwa persoalan seperti ini seharusnya kepala daerah menjadi teladan untuk memberikan contoh jika segala regulasi dipatuhi.

“Kalau tafsir regulasinya seperti itu. Entahlah kalau tafsir Kemendagri, kalau saya, secara obyektif perludikomunikasikan ke pihak Kemendagri dan kepala daerah yang dimaksud, supaya jelas semuanya,” pungkasnya.

Dari info yang beredar, Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah terekam dugaan perjalanannya dengan tujuan Haneda Airport Jepang, periode Oktober 2016 – Desember 2017.NA disebut-sebut ke Jepang selama beberapa bulan, dengan total perjalanan 56 hari.

Jika benar NA keluar negeri tanpa izin mendagri maka itu melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 76 ayat 1 huruf I dan huruf J.

Dalam ketentuan perundangan itu, kepala daerah atau wakil kepala daerah yang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dikenai sanksi pemberhentian sementara selama 3 bulan. Seperti yang dialami Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi belum lama ini. (*)