Warkop ini dirintis anak-anak muda perantauan: Risman Pasigai, Abdul Razak “Acha” Said, Ziaul Haq Coi, Rizky Maulana, Saudi Arabia Tahir, dan Thamrin Barubu. Dengan semangat kolektif, mereka membangun warkop ini bukan hanya sebagai usaha ekonomi, tetapi juga sebagai ruang berkumpulnya kaum muda untuk bertukar pikiran.

Bagi para pemuda aktivis dan pergerakan, warung kopi selalu memiliki makna lebih dalam. Ini bukan hanya tempat menyeruput kopi hitam, tetapi sebuah “rumah kedua” untuk mengurai benang kusut ide-ide besar. Disinilah gagasan revolusi, perubahan, atau bahkan inovasi kecil dalam bisnis kerap muncul di tengah diskusi ringan.

Model warkop anak-anak muda ini bukan lagi hanya tempat kongko. Maka itu. Tempatnya tidak lagi harus luas. Tidak harus seperti Starbucks. Yang memerlukan investasi besar.

Sebagai pendatang baru stok lama di bisnis perkopian Phoenampungan akan menemukan jalannya sendiri.