Situasi tersebut tidak hanya memengaruhi dirinya, tetapi juga karyawan lain di perusahaan yang mengalami gangguan mental akibat tekanan kerja. Setelah keluar dari perusahaan, mereka menyadari betapa buruknya perlakuan yang mereka terima di PT Hive Five.

Komisaris PT Hive Five, Henry Kurnia Adhi alias Jhon LBF, dideskripsikan sebagai sosok yang otoriter dan tidak menghargai pendapat dari karyawan. Pemecatan selalu dijadikan alat untuk menakuti karyawan yang dianggap berbuat kesalahan.

“Penjelasan yang dilakukan buruh selalu dianggap membantah bagi pak Henry, dan pak Henry sangat tidak suka buruh membantah,” ucap dia.

Septia juga menceritakan bagaimana kasusnya berakhir di pengadilan setelah komentarnya di Twitter dibawa ke publik.

Ia menegaskan bahwa tidak ada niat buruk dalam komentarnya tersebut dan bahwa semua orang memiliki hak untuk berekspresi di media sosial tanpa ditakuti atau dibatasi.

“Apa yang saya lakukan hanya berkomentar selayaknya yang dilakukan oleh ribuan pengguna Twitter lain terhadap tweet tersebut. Saya pun selalu bertanya-tanya sampai saat ini, mengapa dari ribuan akun yang mengomentari, hanya saya satu-satunya yang dilaporkan,” tutur Septia.

“Padahal, media sosial adalah sarana atau alat informasi, komunikasi dan interaksi dengan publik luas. Ada pertukaran informasi, bentuk informasi berupa ekspresi, gambar, tulisan, gambar bergerak, suara atau kombinasi atas semuanya. Tidak ada larangan bagi setiap individu untuk mengeluarkan berpendapat dan berekspresi,” sambungnya.