Hasil visum yang diperoleh kepolisian menunjukkan tidak ada kerusakan pada alat kelamin dan dubur anus korban.

“Yang utama rekam medis dokter yang merawat anak-anak tidak dijadikan barang bukti. (Hasil pemeriksaan) dokter tidak dijadikan (keterangan ahli) karena sangat berbeda posisi rekam medis dan visum,” kata Siti Aminah.

Walaupun demikian, ia menyadari rekam medis dalam proses penyedikan dan oembuktian kasus jika merujuk pada aturan perundang-undangan hanya bersifat sebagai penunjuk, sementara hasil visum punya kedudukan hukum yang lebih kuat.

Hasil visum terhadap korban tidak dapat diandalkan karena pemeriksaan VeR dan VeRP dilakukan tidak segera setelahperistiwa dilaporkan.

“Hasil VeR dan VeRP seharusnya dilakukan dalam tempo secepatnya. Apabila terlambat beberapa hari atau dimintakan pemeriksaan ulang hasil VeR dan VeRP bisa berbeda atau tidak relevan,” terangnya.

Sementara itu, Polri membuat laporan A untuk melakukan penyelidikan duduk perkara kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, mengatakan laporan model A adalah laporan polisi yang dibuat oleh petugas kepolisian dengan waktu berbeda dengan laporan yang dibuat oleh ibu korban tanggal 9 Oktober 2021.

Ramadhan menjelaskan laporan polisi model A ini sebagai bentuk respon kepolisian atas pengaduan masyarakat yang dibuat pada tanggal 12 Oktober 2021.

“Saya tidak mengatakan dibuka kembali. Tapi, polisi mengeluarkan laporan polisi model A, melakukan penyelidikan,” ucapnya.

Tujuan laporan ini untuk memastikan duduk perkara yang sebenarnya dengan tempus (waktu) yang diselidiki adalah 25-21 Oktober 2019.

Laporan yang sebelumnya dibuat oleh ibu korban berinisial BS pada tanggal 9 Oktober 2019 di mana penyelidikan menyatakan penghentian penyelidikan sesuai prosedur karena berdasarkan hasil visum tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan pada alat kelamin maupun dubur ketiga anak korban.