RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa pemerintah akan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menetapkan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau “presidential threshold” karena dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945.

Sebelum dibatalkan, Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden harus didukung oleh setidaknya 20 persen kursi partai politik atau gabungan partai politik di DPR RI, atau minimal 25 persen suara sah nasional dari partai politik atau gabungan partai politik berdasarkan hasil Pemilu lima tahun sebelumnya.

Dengan pembatalan tersebut, maka setiap partai politik yang mengikuti Pemilu selanjutnya memiliki hak untuk mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa adanya ambang batas.

“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Prof Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/1/2025).

Menko Yusril menegaskan bahwa semua pihak, termasuk pemerintah, harus patuh terhadap keputusan MK tersebut dan tidak dapat melakukan upaya hukum apapun.

Pemerintah menyadari bahwa usulan untuk menguji Pasal 222 UU Pemilu telah diajukan lebih dari 30 kali, namun baru pada uji coba terakhir inilah permohonan tersebut dikabulkan.

Yusril juga menyebut bahwa pemerintah melihat adanya perubahan pendapat MK terkait dengan kekonstitusionalan Pasal 222 UU Pemilu ini dibandingkan dengan keputusan sebelumnya.

“Namun apapun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis,” ucap Prof Yusril.

YouTube player