*Kewenangan Penuntut Umum Tahap Penyidikan*

Sementara dalam praktik peradilan pidana Indonesia kewenangan Penuntut Umum baru secara nyata dimulai saat Penyidik melakukan Tahap 1 atau menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum berdasarkan Pasal 8 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Setelah penyerahan berkas perkara maka Penuntut Umum melakukan penelitian dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik berdasarkan Pasal 14 ayat (4) KUHAP, sebelum tahap 1 tersebut Jaksa (P.16) masih bersifat pasif menunggu berkas perkara. Penuntut umum akan memeriksa kelengkapan dari berkas yang telah dilimpahkan. Jika berkas yang diterima jaksa penuntut umum masih kurang lengkap, maka akan memberikan petunjuk (P.18/P.19) mengembalikan berkas itu kepada penyidik untuk dilengkapi, tahap ini juga biasa disebut tahap Prapenuntutan yang diatur dalam Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021. Prapenuntutan bukanlah sarana Chek and Balance tetapi pelaksanaan kewenangan single prosecution system dan asas dominus litis.

Aspek check and balance sejatinya berada di pengadilan yang merupakan ujung dari penyelesaian perkara pidana dalam menguji kebenaran atas surat dakwaan yang didasarkan pada fakta-fakta hukum yang diperoleh dari berkas perkara hasil penyidikan yang telah dilakukan penelitian berdasarkan kewenangan Jaksa Penuntut Umum yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan kewenangan penuntutan. Penyidikan adalah bagian dari Penuntutan, dimana hanya Jaksa yang memiliki kewenangan Penuntutan berdasarkan asas single prosecution system.

Setelah penyidikan sudah dianggap selesai maka penuntut umum akan mengeluarkan P21 yang akan dilanjutkan pada Tahap 2 yaitu penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Pada tahap penyidikan atau Prapenuntutan kewenangan Penuntut Umum dilimitasi pada pengembalian berkas perkara yang sifatnya administratif, karena tidak memberikan kewenangan materiil karena sekalipun Jaksa P.16 telah memberikan petunjuk apabila penyidik dapat saja tidak memenuhi petunjuk jaksa tersebut bahkan berkas perkara justru menghilang tanpa jejak lagi. Bahkan berkas perkara yang telah di nyatakan lengkap sekalipun (P.21) dalam praktek banyak yang tidak ditindak lanjuti dengan penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap-2).