PT BSP Diduga Lakukan Perambahan Lahan, Perwakilan Masyarakat Tani Sumber Rezeki Surati Kementrian ATR/BPN
Atas perbuatan yang dilakukan oleh PT Borneo Sawit Perdana itu, kata Safari mengakibatkan kliennya kehilangan mata pencarian.
“Dan berdampak kepada masyarakat adat Indonesia telah menderita akibat kerugian signifikan sejak kehilangan hutan leluhur mereka yang subur karena perkebunan kelapa sawit PT Borneo Sawit Perdana,” tuturnya.
Perbuatan yang dilakukan PT Borneo Sawit Perdana, lanjut Safari juga berpotensi membuat kerugian besar yang dialami negara. Itu akibat dari kebijakan kawasan hutan yang belum terdefinisi dengan jelas, baik secara akademis maupun legalitas.
Ia mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, diamanatkan dua klaster tipologi mengenai penyelesaian perkebunan sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Dalam pasal 110A disebutkan, bahwa perkebunan sawit yang telah terbangun, memiliki perizinan berusaha di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya undang-undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat tanggal 2 November 2023.
“Kemudian, perkebunan sawit yang telah terbangun dan memiliki perizinan berusaha di dalam kawasan hutan, tidak menyelesaikan persyaratan dalam jangka waktu hingga 2 November 2023, dikenai sanksi administratif berupa pembayaran denda administratif dan/atau pencabutan perizinan perusahaan,” tuturnya.
Lalu dalam pasal 110B, disebutkan bahwa kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat yang dilakukan sebelum tanggal 2 November 2020, dikenai sanksi administratif. Ini berupa penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif; dan/atau paksaan pemerintah.
“Bahwa segala perbuatan yang dilakukan oleh PT Borneo Sawit Perdana telah memenuhi perbuatan melawan hukum serta ketentuan pidana lainnya,” tandasnya.
“Kami membuat surat ke Jaksa Agung Bapak Sanitiar Burhanuddin bahwa berdasarkan pengaduan dari klien kami, yang menyatakan adanya dugaan penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang dilakukan PT Borneo Sawit Perdana untuk perkebunan kelapa sawit di atas tanah masyarakat Kelompok Tani Sumber Rezeki seluas 655,95 hektar,” ujar Anekaria Safari, dari kantor Lembaga Bantuan Hukum Mata Nusantara, Jumat, 14 Februari 2025.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan