Pertanian Indonesia dan Tantangan Warisan Budaya
Penulis : Firdaus Roy
Sekretaris Jenderal Gerakan Tani Syarikat Islam (GERTASI)
Pertanian telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat indonesia sejak ribuan tahun lalu. Sebagai negara kepulauan beriklim tropis, dengan curah hujan melimpah dan tanah vulkanik yang subur, indonesia memiliki kondisi alam yang sangat mendukung sektor pertanian.
Sebelum kedatangan teknologi modern, sistem pertanian tradisional berkembang berdasarkan pengalaman, kearifan lokal, dan hubungan yang erat dengan alam. Sistem pertanian Indonesia masa lalu dijalankan, tantangan yang dihadapi, serta bagaimana nilai-nilai sosial dan budaya berperan dalam mempertahankan keberlanjutannya.
Sistem pertanian pada masa lalu mengandalkan alat-alat sederhana yang dibuat dari bahan alami seperti kayu dan bambu. Bajak tradisional yang ditarik oleh kerbau atau sapi digunakan untuk membajak sawah. Proses penanaman, pemeliharaan, hingga panen dilakukan secara manual.
Daerah memiliki sistem irigasi yang cukup maju untuk zamannya. Paling terkenal adalah Subak di Bali, yang merupakan sistem irigasi kolektif berbasis komunitas yang diatur oleh adat dan dikoordinasi oleh pemimpin adat bernama pekaseh.
Sistem ini menunjukkan bagaimana pertanian tradisional tidak hanya efisien, tetapi juga harmonis dengan alam dan sosial masyarakat.
Ketergantungan pada musim. Karena belum adanya teknologi pertanian modern seperti pompa air atau rumah kaca, para petani sangat bergantung pada musim hujan. Kalender pertanian tradisional digunakan untuk menentukan waktu tanam dan panen, yang biasanya diselaraskan dengan siklus bulan atau tanda-tanda alam.
Masalah besar seperti kekeringan, banjir, dan hama seringkali menyebabkan gagal panen, yang berdampak langsung pada ketahanan pangan masyarakat.
Dampak Penjajahan Terhadap Pertanian Tanam Paksa (Cultuurstelsel)
Pada abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda menerapkan sistem tanam paksa (1830-an), yang mewajibkan petani indonesia menanam tanaman ekspor seperti kopi, tebu, nila, dan tembakau untuk dijual ke pasar eropa. Sistem ini sangat merugikan rakyat karena mereka kehilangan lahan untuk tanaman pangan, bekerja tanpa imbalan layak, dan mengalami kelaparan serta kemiskinan.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan