Selebgram WNI Divonis 7 Tahun di Myanmar, Kemlu Upayakan Pengampunan
RAKYAT NEWS, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menginformasikan bahwa seorang warga negara Indonesia (WNI) yang sebelumnya ditangkap di Myanmar karena dituduh terlibat dalam dukungan terhadap gerakan oposisi bersenjata, telah dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun.
Dalam upaya memberikan bantuan, Kemlu bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon tengah memfasilitasi permohonan pengampunan dari pihak keluarga.
Direktur Pelindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa WNI yang bersangkutan, dengan inisial AP, ditangkap oleh otoritas Myanmar pada 20 Desember 2024.
AP dikenai dakwaan atas pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti-Terorisme, Undang-Undang Keimigrasian, serta Undang-Undang Perkumpulan yang Melanggar Hukum (Unlawful Associations Act).
“Setelah melalui proses pengadilan, AP divonis tujuh tahun penjara,” kata Judha, dikutip Antara, Rabu (2/7/2025).
Menurut Judha, saat ini AP mendekam di Penjara Insein yang terletak di Yangon, Myanmar. Meskipun sudah dijatuhi hukuman, Kemlu RI dan KBRI di Yangon masih mengupayakan langkah-langkah non-litigasi untuk membebaskannya.
“Termasuk melalui fasilitasi permohonan pengampunan dari pihak keluarga,” kata pejabat Kemlu itu.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau kondisi AP selama menjalani masa hukuman.
“Baru saja orang tua AP menjenguk (anaknya) di penjara,” katanya, menambahkan.
Sebelumnya, informasi mengenai penangkapan WNI oleh junta militer Myanmar ini disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI, Abraham Sridjaja, dalam rapat kerja bersama Menteri Luar Negeri Sugiono pada Senin (30/6/2025).
“Dia dituduh mendanai pemberontak Myanmar. Anak muda, seumuran saya, usia 33 tahun; masih muda, padahal dia tidak ada niat seperti itu,” kata Abraham saat itu, sembari mengungkapkan identitas WNI tersebut sebagai ‘seorang “selebgram’.
Abraham pun meminta agar pemerintah dapat memperjuangkan kepulangan WNI tersebut ke Indonesia, baik melalui amnesti maupun proses deportasi.

Tinggalkan Balasan