Dugaan Perbudakan Moderen di Banteng, Buruh Melapor di Komnas HAM, Pemprov Sulsel Bungkam
MAKASSAR, RAKYAT NEWS – Perwakilan sejumlah buruh yang bekerja di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) melaporkan dugaan praktik kerja paksa oleh PT Huadi Nickel Alloy ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 16 Agustus 2025.
Laporan tersebut disampaikan oleh Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SB-IPE) KIBA yang didampingi tim hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar. Dalam laporannya, buruh membeberkan berbagai dugaan pelanggaran hak tenaga kerja.
“Sebuah ironi di momentum perayaan kemerdekaan RI yg ke-80, buruh di KIBA masih merasakan dugaan praktik kerja paksa yg jauh dari penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia,” terang Hasbi Asiddiq, selaku tim hukum.
Hasbi menegaskan praktik yang dijalankan perusahaan tergolong kerja paksa. Merujuk pada Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 29, kerja paksa didefinisikan sebagai semua pekerjaan atau jasa yang dipaksakan kepada seseorang dengan ancaman hukuman dan tanpa adanya persetujuan sukarela.
Di lapangan, buruh KIBA disebut bekerja selama 12 jam tanpa istirahat, berlangsung lima hari dalam sepekan. Pekerja masuk sejak pukul 07.30 WITA dan pulang pukul 20.00 WITA, atau total 12,5 jam per hari. Namun, slip gaji hanya mencatat 160 jam kerja reguler dan 80 jam lembur untuk 20 shift per bulan.
“Sistem kerja 12 jam tanpa jam istirahat tersebut adalah sistem kerja yg sangat tidak layak dan harus dihentikan oleh Perusahaan,” tegas Hasbi.
Menurut standar ILO yang disampikan pihak LBH Makassar, indikator kerja paksa dapat dilihat dari dua hal: tidak adanya persetujuan sukarela pekerja, serta adanya bentuk paksaan atau ancaman agar pekerja tetap bekerja. Buruh KIBA mengaku tidak pernah diberikan pilihan untuk menolak lembur, bahkan jika menolak, perusahaan memberikan Surat Peringatan (SP) atau sanksi.

Tinggalkan Balasan