JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta Komisi Yudisial (KY) melakukan pengawasan terhadap persidangan jurnalis Nurhadi di Pengadilan Negeri Surabaya.

Baca Juga : AJI Makassar: Laporan Narsum Project Multatuli adalah Kriminalisasi

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua AJI, Sasmito Madrim melalui keterangan tertulis, Selasa (02/11).

“AJI meminta Komisi Yudisial melakukan pengawasan selama proses persidangan agar transparan dan berkeadilan,” katanya.

Kasus kekerasan yang dilakukan dua terdakwa anggota kepolisian terhadap Nurhadi tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya.

Sasmito berharap proses perkara tersebut memberikan rasa keadilan bagi korban karena telah mencederai kebebasan pers dan demokrasi di Tanah Air.

Ketua Bidang AJI Indonesia, Erik Tanjung mempertanyakan keputusan majelis hakim PN Surabaya yang tidak menahan kedua terdakwa.

“Tanpa penahanan, kedua terdakwa menjadi ancaman bagi korban, mengingat korban mengalami trauma atas penganiayaan tersebut. Disamping itu, Nurhadi hingga saat ini masih dalam pengawasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” tegasnya.

Ia, lanjutnya, kedua pelaku, yakni Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi tidak pernah ditahan, tidak pernah diberi sanksi di internal kepolisian, begitu pula di Kejaksaan Tinggi Jatim, sampai saat ini keduanya masih bebas berkeliaran.

“Kami sangat menyesalkan keputusan majelis hakim yang tidak menahan kedua pelaku,” ujar Erick.

Anggota KY, Sukma Violetta, merespon persoalan jurnalis nurhadi, pihaknya telah menerima pengaduan dari AJI dan akan terus memantau proses persidangan perkaranya.

“KY sesuai dengan kewenangannya menerima pengaduan dari masyarakat untuk melakukan pemantauan proses peradilan, terutama perkara-perkara yang mempunyai dampak besar terhadap masyarakat. Kalau wartawan saja diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan warga biasa? katanya.

Sukma mengatakan, pihaknya akan terus memantau demi menjaga independensi hakim dalam memeriksa dan memutus.

“Jika nanti selesai persidangan dirasa prosesnya diskriminatif, bisa adukan kepada kami. Misalnya, korban dikecilkan perannya, tidak dihargai kesaksiannya, dibentak-bentak, dan sebagainya, itu juga bisa dilaporkan ke KY. Kami akan memeriksa hakimnya sesuai dengan mekanisme yang ada,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, Nurhadi menjadi korban penganiayaan saat melakukan reportase di Gedung Samudra Bumimori, Sabtu (27/02/2021) malam.

Nurhadi berencana meminta keterangan terkait dengan kasus dugaan suap yang dilakukan oleh bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani KPK.

Di lokasi sedang berlangsung pernikahan anak Angin Prayitno dan Putri mantan Karo Perencaaan Polda JatimKombes Pol Achmad Yani.

Dalam peristiwanya, Nurhadi dianiaya oleh pelaku berjumlah sekitar 10 sampai 15 orang termasuk merusak SIM Card ponsel miliknya serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan di ponsel tersebut.

Dua polisi tersangka kasus penganiayaan jurnalis tempo ini telah menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di PN Surabaya, Rabu (22/09).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim Winarko dalam dakwaannya mendakwa kedua polisi dengan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan didakwa dengan tiga alternatif pasal lainnya, yakni Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan jo. Pasal 55 ayat (1). Keempat, Pasal 335 ayat (1) tentang perbuatan tidak menyenangkan jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Baca Juga : Rakyat Institut Bersama BPM Gelar Jurnalisme Rakyat II