Rapat Kerja PD Himpaudi dan Perjuangan Memutus Rantai Perkawinan Anak di Jeneponto
RAKYAT NEWS, JENEPONTO – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, ada momen-momen yang menjadi titik balik bagi sebuah komunitas.
Salah satunya adalah Forum Rapat Kerja Pengurus Daerah Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Himpaudi) Kabupaten Jeneponto, Jumat – Sabtu, 17-18 Oktober 2025, rapat ini bukan sekadar agenda rutin, ia menjadi arena perbincangan hangat tentang kepedulian dan impian masa depan Jeneponto yang lebih bahagia.
Menghadirkan Dr. Fadiah Machmud, seorang pegiat perlindungan anak Sulawesi Selatan dan tim ahli peneliti riset aksi cegah perkawinan anak, rapat ini dipenuhi dengan data-data yang mencengangkan. Dr. Fadiah memaparkan fakta bahwa kasus perkawinan anak di Jeneponto jauh lebih tinggi dari yang tercatat di instansi terkait.
Temuan dari para bidan desa menunjukkan bahwa fenomena “anak melahirkan anak” telah menjadi hal yang lumrah. Kasus pendarahan, kematian bayi, hingga stunting menjadi masalah yang sering ditemukan di lapangan.
Data ini semakin memperkuat urgensi untuk bertindak, khususnya dalam konteks regulasi yang ada. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, yang menetapkan batas usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun, menjadi landasan hukum yang penting dalam diskusi ini.
Namun, meskipun regulasi ini ada, praktik pernikahan anak masih marak terjadi. Dari penuturan aparat Babinsa, terungkap bahwa pernikahan anak kerap diikuti dengan kekerasan terhadap perempuan, putus sekolah, dan perceraian yang cepat. Ruangan yang sebelumnya riuh dengan diskusi mendadak hening, dipenuhi kegundahan dan pertanyaan.
Beberapa kepala desa yang hadir dalam forum tersebut langsung mengungkapkan keinginan untuk mengambil bagian dalam upaya pencegahan perkawinan anak. Seperti Desa Jenetallasa Kecamatan Rumbia akan segers melaksanakan sosialisasi mengudang pembicara dari Pattiro Jeka.
Inisiatif ini menunjukkan bahwa kesadaran akan bahaya pernikahan anak semakin tumbuh di kalangan pemimpin lokal.
Dr. Fadiah dengan tegas menyatakan bahwa praktik ini adalah pelanggaran hukum yang tidak bisa dianggap remeh. Cegah Perkawinan Anak, adakah Kebijakan yang tidak bisa ditunda
Pada forum selanjutnya, 11 pengurus cabang kecamatan Himpaudi mulai merumuskan program kerja yang sistematis untuk mencegah perkawinan anak, dengan fokus pada parenting dan keterlibatan orang tua dalam pola pengasuhan.
Ketua PD Himpaudi Jeneponto, Salmawati Paris, menegaskan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat.
Dalam pernyataannya, Salmawati menyatakan bahwa Himpaudi adalah rumah ideal perlindungan anak. Ia berkomitmen untuk memastikan bahwa tidak ada ruang untuk praktik berbahaya seperti pernikahan anak di Jeneponto.
Dalam upaya memutus rantai praktik perkawinan anak, beberapa inovasi dirancang, seperti program pendidikan berbasis komunitas yang melibatkan tokoh lokal dan pemuka agama.
Dengan memanfaatkan lokal wisdom, program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak negatif perkawinan anak dan pentingnya pendidikan bagi anak-anak.
Tokoh-tokoh lokal diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang efektif, menyampaikan pesan-pesan pencegahan dengan cara yang lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Selain itu, Himpaudi juga merencanakan kegiatan bagi orang tua dan calon orang tua tentang pengasuhan yang baik serta nilai-nilai pendidikan.
Program ini akan diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan di sekolah dan desa, sehingga dapat menciptakan sinergi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Rapat kerja ini adalah langkah awal yang menggembirakan bagi masa depan Jeneponto. Dengan sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan dan masyarakat, kita bisa berharap untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi anak-anak.
Kesadaran dan tindakan kolektif inilah yang akan membawa perubahan. Mari kita dukung usaha ini, karena masa depan cerah Jeneponto ada di tangan kita. (*)

Tinggalkan Balasan