Nur Aliem Qalby Alimuddin dan Konfigurasi Baru Politik Advokasi: Analisis atas Peran Ketua BBHAR PDIP Sulsel
Oleh : Baharuddin Hafid
(Dosen Tetap Universitas Megarezky Makassar)
Dalam dinamika politik lokal Sulawesi Selatan, munculnya figur-figur muda dalam struktur partai politik merupakan fenomena yang semakin relevan untuk dibahas secara akademik. Regenerasi elite, transformasi struktur kekuasaan, dan tuntutan terhadap partai untuk beradaptasi dengan perkembangan sosial-politik telah menciptakan ruang baru bagi aktor-aktor muda untuk mengambil peran lebih signifikan. Di tengah konteks tersebut, penunjukan Nur Aliem Qalby Alimuddin sebagai Ketua Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) PDI Perjuangan Sulawesi Selatan menjadi momen penting yang layak dibaca tidak hanya sebagai keputusan organisatoris, tetapi juga sebagai penanda perubahan arah politik PDIP di tingkat daerah.
1. Regenerasi sebagai Agenda Politik Struktural
Literatur tentang regenerasi kepemimpinan dalam partai politik menekankan bahwa organisasi politik yang bertahan lama adalah yang mampu melakukan elite circulation secara periodik. Dalam kerangka tersebut, kehadiran kader muda tidak sekadar menjadi simbol modernitas, tetapi merupakan kebutuhan struktural untuk:
- Memperbaharui ideologisasi,
- Menyesuaikan pendekatan komunikasi politik, dan
- Memperkuat daya saing elektoral jangka panjang.
Dalam konteks PDIP Sulsel yang selama ini didominasi figur senior, munculnya Nur Aliem menandai terjadinya shifting dalam pola rekrutmen politik—suatu indikasi bahwa partai mulai merespons tuntutan zaman dan demografi pemilih yang semakin didominasi kelompok usia produktif.
Namun, secara politik, regenerasi tidak pernah bebas dari resistensi internal. Setiap aktor muda yang masuk ke ruang strategis berada dalam posisi negosiasi dengan kepentingan faksional, hierarki senioritas, serta kultur organisasi yang terbentuk melalui pengalaman panjang.
2. Modal Politik Kelas Menengah Muda: Antara Harapan dan Pembuktian
Nur Aliem Qalby, sebagai representasi generasi baru kader partai, membawa modal politik kelas menengah muda, yakni kombinasi antara kapasitas intelektual, fleksibilitas komunikasi, kemampuan digital, dan keterhubungan dengan isu-isu kontemporer. Modal ini menjadi semakin penting dalam konteks politik elektoral di mana preferensi pemilih bergeser menuju isu representasi, transparansi, dan performativitas moral.


Tinggalkan Balasan Batalkan balasan