Menang Dua Gugatan PLTU Captive, Pengacara Lingkungan Sulawesi Luncurkan Catahu 2025 dan Bentuk Jaringan Hukum
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Kemenangan dua gugatan lingkungan terkait operasional PLTU Captive di kawasan industri nikel Sulawesi menjadi pijakan penting bagi penguatan advokasi lingkungan hidup.
Atas dasar capaian tersebut, sejumlah advokat meluncurkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2025 sekaligus mendeklarasikan pembentukan Jaringan Pengacara Lingkungan Sulawesi.
Peluncuran Catahu 2025 bertajuk “Kemenangan Kecil Melawan PLTU Captive, Memajukan Transisi Energi di Indonesia” digelar di Grand Maleo Hotel Makassar, Senin (29/12/2025).
Kegiatan yang diinisiasi oleh Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi (Sulosi) ini diikuti oleh sejumlah advokat atau pengacara dari Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Barat (Sulbar), hingga Gorontalo.
Dua kemenangan hukum yang menjadi latar belakang Catahu 2025 masing-masing berasal dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.
Di Pengadilan Negeri Unaaha, masyarakat Morosi memenangkan sebagian gugatan terhadap PT OSS atas dampak lingkungan dan ekonomi akibat operasional PLTU Captive di kawasan industri nikel. Majelis hakim memerintahkan perusahaan melakukan pemulihan lingkungan yang tercemar.
Sementara itu, di Pengadilan Negeri Poso, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah memenangkan gugatan melawan PT NNI, PT SEI, dan PT GNI.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim mengabulkan sebagian tuntutan WALHI dan memerintahkan ketiga perusahaan melakukan pemulihan lingkungan akibat aktivitas industri nikel dan PLTU Captive. Putusan perkara di Poso telah berkekuatan hukum tetap karena para tergugat tidak mengajukan banding.
Dinamisator Jaringan Pengacara Lingkungan Sulawesi, Sandy Prasetya Makal, SH, MH, mengatakan Catahu 2025 disusun untuk mengonsolidasikan temuan lapangan, pengalaman litigasi, serta analisis kebijakan sebagai dasar advokasi yang lebih kuat di Pulau Sulawesi.
“Kemenangan ini menunjukkan bahwa industri nikel dengan PLTU Captive telah menimbulkan beban serius bagi negara dan rakyat, mulai dari kerusakan ekologi, gangguan kesehatan, hingga hilangnya ruang hidup masyarakat,” kata Sandy.
Ia menegaskan, putusan pengadilan tersebut seharusnya menjadi dasar negara untuk bersikap tegas dalam pengawasan dan pelaksanaan eksekusi putusan. Menurutnya, lemahnya ketegasan negara berpotensi membuat putusan pengadilan tidak dijalankan secara optimal.
Selain itu, Sandy menilai dua putusan tersebut merupakan bukti nyata di tingkat tapak yang harus dipertimbangkan Mahkamah Agung dalam menguji Peraturan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Dalam Catahu 2025 juga diungkapkan berbagai dampak lingkungan yang ditemukan di lapangan, mulai dari perubahan bentang sungai yang menyebabkan banjir berkepanjangan, pencemaran air sungai yang melampaui baku mutu lingkungan, hingga pencemaran pesisir di sekitar pelabuhan jetty yang berdampak pada hilangnya wilayah tangkap nelayan.
Temuan lainnya, kata Sandy, adalah peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di sekitar kawasan industri. Fakta tersebut terungkap dari keterangan tenaga kesehatan desa yang menjadi saksi di persidangan, yang menyebutkan keluhan ISPA meningkat sejak perusahaan beroperasi, terutama pada anak-anak dan lansia.
Berkaca pada dua kemenangan tersebut, menuut Sandy, jaringan advokat lingkungan Sulawesi menilai perlu ada konsolidasi kekuatan hukum lintas daerah.
Pembentukan Jaringan Advokat Lingkungan Sulawesi diharapkan menjadi wadah kolaborasi untuk mendorong gugatan lingkungan hidup di daerah lain, termasuk wilayah yang memiliki industri ekstraktif di Gorontalo dan Sulawesi Barat.
“Kami ingin kemenangan ini berlanjut. Bukan hanya menang di pengadilan, tetapi memastikan pemulihan lingkungan benar-benar terjadi dan hak-hak masyarakat terlindungi,” tutup Sandy. (Farez)








Tinggalkan Balasan