Pendekatan ini bertolak dari dalil sentral, bahwa semua gejala sosial (termasuk politik) adalah saling berhubungan dan saling pengaruh mempengaruhi. Pendekatan sistem berpegang pada prinsip bahwa tidak mungkin untuk memahami suatu bagian dari masyarakat secara terpisah dari bagian-bagian lain yang mempengaruhi operasinya.
Almond dan Powell mendefinisikan Komunikasi Politik sebagai fungsi politik bersama-sama fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi dan rekruitmen yang terdapat di dalam suatu sistem politik dan komunikasi politik merupakan prasyarat (prerequisite) bagi berfungsinya fungsi-fungsi politik yang lain. Perubahan tata cara pemilihan tersebut juga akan merubah cara-cara dan pendekatan kampanye politik yang dijalankan oleh masing masing calon anggota legislatif.

Kampanye dengan cara lobi/komunikasi politik kepada tokoh-tokoh masyarakat (key person) lebih diutamakan karena dapat menjadi magnet suara, di samping itu pengenalan calon kepada masyarakat melalui kampanye politik yang melibatkan masyarakat dijadikan cara utama untuk menarik perhatian dan suara dari konstituen yaitu masyarakat daerah setempat. Terbatasnya waktu kampanye yang disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), memaksa pasangan calon beserta tim kampanyenya untuk merencanakan strategi kampanye politik secara efektif agar dapat menjangkau seluruh masyarakat di daerah pemilihan (dapil).

Jenis komunikasi yang dianggap sesuai untuk memenuhi kebutuhan itu adalah komunikasi massa, sehingga saluran komunikasi yang paling banyak digunakan dalam kampanye politik adalah media massa. Media massa dipilih karena memiliki kekuatan untuk menjangkau khalayaknya secara luas dan serentak.
Jika dicermati apa yang dilakukan partai dan para calegnya di Indonesia dalam mengkampanyekan diri mereka, maka dapat dipetakan dalam beberapa hal:

pertama, pola komunikasi tidak langsung masih menjadi primadona. Saluran yang banyak dipilih oleh kandidat di Indonesia untuk mensosialisasikan diri adalah baleho, kalender, dan stiker. Komunikasi politik melalui media baleho, masih dianggap cara paling ampuh oleh mayoritas kandidat untuk menyampaikan visi politiknya. Pola komunikasi seperti ini bisa disebut komunikasi tidak langsung karena tidak ada ruang untuk berdialog. Dan dari kebanyakan baleho yang hadir lebih cenderung untuk menampilkan profil si kandidat ketimbang program kerja yang kelak akan dibuat.