Setiap tanggal 22 Oktober, tentu menjadi bahan renungan bagi kita semua. Renungan
untuk mengingat kembali sejarah perjuangan kaum pondok pesantren dalam berjuang melawan penjajah. Renungan untuk mengingat kembali sejarah. Renungan untuk selalu berbenah. Renungan memperbaiki kualitas diri.

Kita menyadari sepenuhnya, kaum santri kini memiliki tantangan yang lebih berat di era modernitas dan globalisasi. Sehingga jika tak berbenah dan meningkatkan kualitas diri, maka perlahan kita akan tergerus oleh zaman. Untuk itu, momentum Hari Santri menjadi momentum dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Kaum santri harus berani menjawab sekaligus mengisi era globalisasi yang pengaruhnya sangat massif. Kaum santri harus tampil di setiap lini dalam menghadirkan perubahan nyata untuk bangsa dan agama. Kaum santri mesti menjadi penggerak menjaga moralitas bangsa.

Terkait itu pula, tekad santri mengisi dan menghadirkan perubahan positif mesti disinergikan, sekaligus mendapat dukungan penuh dari berbagai komponen bangsa. Terutama perhatian serius pemerintah.

Kita berharap, Hari Santri bukan sekadar pemanis semata. Tapi harapan kita, pesantren yang menjadi ‘rumah’ santri, sekaligus tempat pencerahan bangsa untuk berbenah tak boleh dipandang sebelah mata. Tak boleh dianaktirikan.

Pesantren wajib diperhatikan. Harus diberi ruang mencetak generasi yang intelek dan bermoral. Generasi yang memahami sejarah bangsa dan agamanya. Tempat generasi kita ditempa untuk mewakafkan diri mengisi, sekaligus mengawal kemerdekaan. Dan Pesantren harus menjadi laboratorium lahirnya cendikia.

Khusus untuk Kabupaten Wajo, Kota Santri tak boleh pudar. Harus ada kesadaran bersama untuk tetap melekatkan stigma tersebut. Kabupaten yang jauh dari prilaku syirik. Daerah yang tak membiarkan pengaruh negatif menjangkiti generasi muda. Kota yang syiar Islamnya selalu didengungkan. Kabupaten yang selalu menjaga etika dan moralitasnya.