MAKASSAR – Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali menyelenggarakan Rapat Paripurna Senat Akademik terbatas dalam rangka upacara Penerimaan Jabatan Profesor Bidang Fitokimia dan Bidang Teknologi Farmasi pada Fakultas Farmasi. Kegiatan dimulai pukul 09.00 Wita secara luring terbatas di Ruang Senat Akademik Unhas, Lantai 2 Gedung Rektorat, Kampus Tamalanrea, Makassar, Selasa (18/01).

Proses pengukuhan dihadiri oleh Rektor Unhas, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., Ketua, Sekretaris, dan Anggota Senat Akademik, Dewan Profesor, tamu undangan, serta keluarga besar dari dua profesor yang dikukuhkan.

Rapat Paripurna Senat Akademik terbatas dalam rangka upacara Penerimaan Jabatan Profesor Bidang Fitokimia dan Bidang Teknologi Farmasi pada Fakultas Farmasi
Rapat Paripurna Senat Akademik terbatas dalam rangka upacara Penerimaan Jabatan Profesor Bidang Fitokimia dan Bidang Teknologi Farmasi pada Fakultas Farmasi
Baca Juga : FK Unhas Gelar Workshop Bidang Riset dan Inovasi di Barru

Adapun dua guru besar yang dikukuhkan yakni:

1. Prof. apt. Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., (guru besar ke-437), Bidang Ilmu Fitokimia, lahir di Sengkang pada 25 September 1975.

2. Prof. Dr. apt. Latifah Rahman, D. E. S. S., (guru besar ke-438), Bidang Ilmu Teknologi Farmasi, lahir di Makassar pada 15 Juni 1957.

Rektor Unhas, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., dalam sambutannya mengatakan, dengan bertambahnya dua guru besar tersebut, diharapkan Fakultas Farmasi akan semakin unggul dan berkontribusi dalam dunia kefarmasian. Selain itu, juga menjadi wadah menghasilkan apoteker berkualitas dan mempunyai peran dalam peningkatan kesehatan Indonesia khususnya dalam dunia obat-obatan.

“Farmasi merupakan salah satu fakultas muda di Unhas. Namun, memiliki prestasi unggul. Berkumpul para akademisi peneliti dengan semangat riset luar biasa, terlihat dari hibah yang berhasil mereka dapatkan. Sumber daya Fakultas Farmasi juga sangat kompak, terlihat dari berbagai amanah yang diberikan dapat terlaksana secara baik,” jelas Prof. Dwia.

Prof. apt. Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D

Dalam pidato penerimaannya, Prof. Subehan menjelaskan tentang “Obat Tradisional Indonesia: Tantangan dalam Penemuan Obat Baru dari Bahan Obat Alam”. Beliau mengatakan, penggunaan obat dari bahan alam di Indonesia yang didasarkan hanya pada pengalaman empiris, menjadikan obat tradisional hanya tren pada masyarakat di daerah yang sentuhan modernisasinya masih kurang. Penggunaan secara empiris menjadi salah satu tantangan para peneliti untuk membuktikan secara ilmiah melalui proses saintifikasi.

Optimisme dalam penemuan obat baru yang bersumber dari bahan alam di Indonesia sangat besar. Prof Subehan mengatakan beberapa senyawa telah digunakan untuk pengobatan kanker yang bersumber dari bahan alam seperti vincristine dari catharantus roseus. Diantara obat-obatan yang digunakan untuk penyakit kanker antara tahun 1940 dan 2002 menunjukkan sekitar 69% bersumber dari bahan alam.

“Salah satu uji coba yang dilakukan adalah pemanfaatan kayu secang sebagai obat tradisional tulang yang sejak dahulu telah digunakan. Pengujian dilakukan terhadap ekstrak kayu secang pada aktivitas sel osteoblast sebagai sel yang bertanggungjawab dalam perlekatan calcium pada tulang dan sel osteoclast untuk pembentukan ulang tulang bone remodeling,” jelas Prof. Subehan.

Sebagai penutup, Prof. Subehan menuturkan potensi kekayaan alam Indonesia sangat besar dan telah dimanfaatkan sejak lama untuk pengobatan secara tradisional yang terbukti secara empiris. Ini merupakan sumber dalam penemuan obat baru untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan. Pembuktian secara ilmiah akan khasiat, keamanan dan pengembangannya masih perlu digali dan menjadi tantangan para peneliti agar mampu diterima oleh masyarakat modern dan sistem pelayanan kesehatan modern.

Prof. Dr. apt. Latifah Rahman, DESS

Pada kesempatan yang sama, Prof Latifah memberikan penjelasan tentang “Peranan Teknologi Farmasi Drug Delivery System dalam Memperbaiki Kualitas Produk Obat Herbal di Indonesia”. Beliau menjelaskan, sistem penghantaran obat atau Drug Delivery System (DDS) merupakan suatu pendekatan teknologi penghantaran obat yang banyak diterapkan untuk menjamin kualitas biofarmasetika suatu zat berkhasiat.

Sistem ini telah banyak dilakukan untuk mengatasi masalah keterbatasan farmasetika suatu zat bioaktif. Namun, sistem ini belum banyak diadopsi untuk produk herbal. Beliau menuturkan, penggunaan obat herbal untuk mengobati berbagai penyakit bukan hal yang baru. Keyakinan masyarakat bahwa produk alami jauh lebih aman daripada obat sintetik yang berdampak langsung terhadap permintaan pasar.

Ditunjang oleh kemajuan teknologi drug discovery yang berhasil menemukan banyak zat aktif berkhasiat dari bahan alam, terbukti memiliki khasiat melalui uji efek farmakologi. Namun, pada kenyataannya senyawa-senyawa tersebut tidak cukup efektif, karena ketersediaan hayati (bioavailabilitas) tidak berbanding lurus dengan banyaknya jumlah zat yang ditemukan.

“Pada mulanya pengembangan obat herbal tidak begitu dipertimbangkan karena kurangnya data dan informasi ilmiah terkait seperti standardisasi, ekstraksi dan identifikasi komponen obat. Akan tetapi, penelitian bidang fitofarmaka dapat mengatasi kebutuhan ilmiah tersebut yang tidak terbatas pada farmakokinetik, mekanisme aksi dan dosis efektif,” papar Prof. Latief.

Ada banyak strategi formulasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan biovailabilitas salah satunya dengan modifikasi sistem penghantaran obat melalui penggunaan nanopartikel atau Self Emulsifying Drug Delivery System (SEDDS). Sehingga, sebagai asumsi yang berdasarkan pada banyaknya hasil penelitian, jika teknologi DDS diterapkan dalam pengobatan herbal, akan membantu meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping dari berbagai senyawa herbal.

Kegiatan Rapat Paripurna Senat Akademik dalam rangka Upacara Penerimaan Jabatan Professor pada Fakultas Farmasi berlangsung lancar dan hikmat hingga pukul 11.30 Wita.

Pilihan Video