Padahal dalam adat istiadat Monro – monro sendiri. Pelaku pelecehan seperti ini harusnya diusir dari kampungnya selama beberapa tahun. Namun dalam surat perjanjian sendiri tertulis bahwa pelaku diusir dalam batas waktu yang ditentukan.

Kemudian ketika ingin masuk ke kampungnya lagi, harus dengan izin pemerintah setempat.

” Saya tadi kesana (Kantor Lurah Monro – monro) membawa massa untuk menuntut keadilan. Kalau harus dengan bukti visum dokter baru bisa jadi tersangka, otomatis tidak terbukti apalagi kan diraba – raba, seandainya ada bekas cakaran. Kan tidak mungkin, ” ungkapnya.

Sementara itu, Lurah Monro – monro, Sutan Syarif mengatakan untuk membuktikan bahwa benarnya perilaku asusila ini harus dibuktikan dengan bukti visum. Dia juga terkesan tidak percaya dengan pengakuan korban.

” Bagaimana mau dibuktikan, visumnya saja tidak terbukti ada bekas pelecehan, kalau ada yang mengatakan bahwa dilecehkan, itu kan kata orang, ” ungkapnya.

Ayah korban, Suharmin membantah pernyataan lurah Monro – monro. Bagi dia, bagaima lurah mau mengetahui lebih dalam kalau lurah sendiri tidak pernah bertemu dengan korban.

” Saya akan terus menuntut keadilan. Tidak ada orang tua yang mau anak perempuannya dilecehkan,” pungkasnya.

Selanjutnya, keluarga korban melaporkan kejadian tersebut ke Dinas PPPA Jeneponto agar segera melakukan pendampingan kepada korban. Korban juga telah pindah sekolah ketempat lain agar tidak mengalami trauma yang mendalam. (*)