Saya tidak melebih-lebihkan bahwa menjadi perawat atau ada keinginan menekuni jalan melelahkan ini. Kita membutuhkan satu pemikiran gila untuk menerobos pemikiran sempit yang telah lama tertanam di pola pikir masyarakat. Adalah perawat pembantu dokter, ini pemikiran yang sangat sempit.

Flo telah membuktikannya bahwa perawat tidak sekadar “babu” yang disangkakan sebagian dari kita. Pada 21 Oktober 1854, Flo berlayar ke jazirah Krim untuk menjalankan jalan kemanusiaan. Karena Dokter tidak mampu mengurusi prajurit Inggris yang banyak berjatuhan di medan perang. Maka Flo bersama juru rawat lainnya yang turun tangan menangani semua pasien di tenda-tenda dari pihak Inggris.

Di saat peperangan berkecamuk itu, Flo tidak melalaikan waktu. Flo menulis surat kepada pemerintah untuk mengakomodasikan segala kebutuhan medis. Prajurit-prajurit yang melihat Flo sibuk merawat pasien terheran. Bagaimana bisa ia masih dapat menulis beratus-ratus pucuk surat. Surat-surat yang kadang-kadang sangat pedas, untuk menyadarkan orang-orang sebangsanya.

Florence pernah berucap: “Kalau aku menulis dengan hormat, aku memperoleh jawab yang hormat pula, tetapi tak ada sesuatu yang dilakukan. Kalau aku menulis dengan geram, jawabnya kasar tetapi mereka melakukan sesuatu.”

Saya beri beberapa isi surat dari Flo yang menggetarkan pemerintah Inggris itu.

“Di rumah sakit (Scutari) tak ada baju-baju yang bersih. Mereka yang luka-luka itu hanya berpakaian compang-camping yang basah dengan darah. Hospital adalah asrama yang diubah. Dan di bawahnya terdapat selokan-selokan yang penuh dengan kotoran-kotoran; angin menghembus melalui got itu dengan membawa bau busuk kepada ruang sakit. Yang luka-luka dan sakit susun timbun dan kekurangan peranginan yang baik menambah keadaan yang busuk. Ruang itu penuh dengan tikus dan kutu-kutu. Lantainya rusak; tak ada perabot atau alat-alat kebersihan yang paling bagus.” (Star Weekly, 1960)