“Jadi surat palsu tersebut selain digunakan pada perkara perdata yang sekarang sudah pada tingkat PK, A. Baso Matutu juga menggunakan surat palsu tersebut dalam perkara pidana No. 620/Pid.B/2015/PN.MKS yang mengorbakan saudara kami pak Saladin Hamat Yusuf karena fakta sebenar-benarnya saudara kami tidak melakukan perbuatan pidana,” ujar Alif kepada rakyatdotnews, Minggu (06/02/2022).

Dr. H. Saladin Hamat Yusuf, M.Si yang juga hadir pada konferensi pers menceritakan kronologis pemidanaannya yang jelas dipaksakan.

“Jadi saya pada waktu itu dipenjarakan. Saya pada saat itu dilaporkan A. Baso Matutu dengan dasar surat palsu camat, itu tadi. Seolah-olah dia punya tanah di lokasi kami. Saya juga menandatangani pengembalian batas oleh BPN, jadi BPN memberikan saya format dan saya harus tandatangan sebagai pemohon untuk pemecahan di situ jumlahnya 12.000 menjadi 15.000. Pihak kepolisian bertanya dari mana itu, saya tidak tahu! karena itu BPN yang mengukur,” jelas Saladin kepada awak media.

Terkait pemidanaanya yang terkesan dipaksakan, Saladin mengatakan, sampai hari ini ia sebagai korban ketidakadilan masih mempertanyakan terkait pembuktian tindak pidana yang dilakukan.

“Jadi saya dilaporkan itu, saya tidak tahu pidana apa, jadi sampai hari ini saya masih bertanya-tanya, apa yang saya lakukan, dan saya sudah tanyakan kepada kejaksaan saat itu, di mana kesalahan saya? apa yang saya lakukan sehingga saya ditahan dan tetap dipaksakan sehingga saya dikorbankan,” tegas Saladin.

Alif mengatakan, dalam perkara pidana Dr. H. Saladin Hamat Yusuf, M.Si juga terdapat kejanggalan sebab pemidanaannya tidak berdasar dan terkesan dipaksakan.

“Kejanggalan lainnya karena dalam perkara pak Saladin itu, putusan peninjauan kembali (PK) lebih dahulu diputuskan oleh Mahkamah Agung, yakni tanggal 6 Agustus 2018 ketimbang pengajuan permohonan peninjauan kembali pada tanggal 30 Agustus 2018,” ujar Alif.