sistem pemerintahan presidensial yang kuat, stabil, dan efektif. didukung pelembagaan mekanisme checks and balances di antara cabang-cabang kekuasaan pemerintahan utama, eksekutif-legislatif-yudikatif pada umumnya. Suatu UU dapat tetap berlaku apabila dalam waktu 30 hari tidak disahkan presiden sehingga suatu kebijakan bisa di-fait accompli oleh DPR meski belum tentu sesuai dengan kepentingan nasional.

Prinsip ckecks and balances sesuai konstitusi hasil amandemen dalam relasi DPR sebagai representasi rakyat dan DPD sebagai representasi wilayah (teritori) maka obsesi presidensialisme perlu didukung struktur perwakilan bicameral yang kuat dengan memperjelas kedudukan DPD satu kamar dari sistem perwakilan dua-kamar.

Untuk mengefektifkan sistem pemerintahan presidensial maka presiden yang mendapat mandat dan legitimasi langsung dari rakyat dierikan semacam hak veto untuk menolak UU yang telah disepakati DPR (bersama pemerintah).

Adanya koherensi dan konsistensi dari konstitusi hasil amandemen dengan kedudukan dan kelembagaan MPR seharusnya merupakan majelis nasional, wadah sidang gabungan (joint session) DPR dan DPD sehingga menghindari pendapat adanya tiga lemabaga di parlemen yakni, MPR, DPR, dan DPD.

Kesimpulan

Pemakzulan presiden bersifat prosedural institusional melewati 3 (tiga) lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK) serta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) masing-masing dengan kewenangan berbeda. Khusus mengenai “putusan” MK tidak bersifat final dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap DPR dan MPR tetapi hanya sebatas menjadi pertimbangan hukum bagi DPR dan MPR. Sesuai obyek sengketa yang menjadi fokus pemeriksaan, MK akan memberikan 3 (tiga) kemungkinan putusan tafsir yuridis; Pertama, amar putusan MK menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Kedua, permohonan ditolak dan Ketiga, membenarkan pendapat DPR.

Putusan akhir mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden tetap berada di tangan MPR sebagai lembaga pemutus (eksekutor) sedangkan MK hanya bertindak sebagai juri untuk menentukan apakah tuduhan DPR memiliki landasan konstitusional atau tidak.