“Pemilu adalah sirkulasi elit, pertukaran elit untuk mendapatkan dan memperbaharui legitimasi dari rakyat setiap 5 tahun, karena jabatan ini bukan jabatan karir, ini jabatan politik. Pemilu itu sarana untuk mengevaluasi kinerja-kinerja wakil-wakil mereka, Presiden, DPR, DPD, DPRD,” lanjutnya.

Ia mengatakan, bahwa Undang-Undang Dasar (UDD) 1945 pasca amandemen, pasal 1 ayat (1)(2)(3), dan pasal 7 dengan tegas menyatakan negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk republik (demokrasi), kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945, negara Indonesia adalah negara hukum, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun.

“Menurut saya UUD sendiri tidak pernah memberikan jalan keluar untuk itu, jangan di paksakan, karena kondisi objektif kondisi faktual saat ini pun memang tidak ada yang urgent untuk harus dilakukan seperti itu,” tutur Fahri

Ia menegaskan, kondisi negara saat ini tidak sama sekali dalam keadaan genting atau pun dalam situasi darurat.

“Negara kita tidak dalam staatsnoodrecht, staatsnoodrecht, kondisi negara kita tidak dalam situasi darurat,” pungkasnya.

Terakhir, Ia menjelaskan bahkan puncak pandemi covid-19 ditahun 2020 sekaligus masih dilaksanakan Pemilihan Daerah (Pilkada) kabupaten/kota provinsi pada saat itu.

“Secara empirik memang tidak ada masalah soal itu, tidak cukup alasan, saya kira logika yang di kembangkan oleh pengusul itu tidak punya tempat, karena memang basicnya tidak jelas,” tutupnya.

Baca Juga : Prof Yusril Ihza Mahendra: Wacana Penundaan Pemilu Hadapi Benturan Konstitusi