Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan adalah sebesar Rp 17,9 miliar. Dalam perkara tersebut, diduga KONI pada tahap awal mengajukan proposal kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk mendapatkan dana hibah tersebut. Pengajuan dan penyaluran dana hibah tersebut diduga sebagai akal-akalan dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya.

Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19.13% dari total dana hibah Rp17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp 3,4 miliar.

Dalam rentang 2014 – 2018, IMR selaku Menpora melalui MIU selaku asisten pribadi Menpora diduga telah menerima uang sejumlah Rp14,7 miliar. Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, IMR selaku Menpora diduga juga meminta uang sejumlah total Rp11,8 miliar, hingga total dugaan penerimaan Rp26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora TA 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR selaku Menpora. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak lain yang terkait.

Para tersangka diduga melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Perkara ini berawal dari peristiwa tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 18 Desember 2018 terkait dengan penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun Anggaran 2018. Dalam kegiatan tangkap tangan tersebut, KPK mengamankan uang tunai di kantor KONI sebesar Rp7,4 miliar dan menetapkan lima orang sebagai tersangka.

Praktik penerimaan suap, gratifikasi yang dianggap suap, dan ketidakpatuhan melaporkan penerimaan gratifikasi oleh para penyelenggara negara sangat mengganggu upaya pemerintah dalam mencapai tujuannya.

Kali ini dalam bidang kepemudaan dan olahraga yang sangat krusial mengingat pada tahun 2045 Indonesia akan mengalami bonus demografi. Jika anggaran-anggaran yang seharusnya digunakan untuk memajukan prestasi atlet dan meningkatkan kapasitas pemuda-pemuda Indonesia malah dikorupsi, dampaknya akan sangat buruk untuk masa depan bangsa. Apalagi kali ini dilakukan oleh pucuk pimpinan teratas dalam sebuah kementerian yang dipercaya mengurus atlet dan pemuda Indonesia.

YouTube player

Tim Redaksi

Rakyat News
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS