JAKARTA – Ketua Komite II DPD RI, Sylviana Murni memastikan tidak akan ada penumpang gelap dalam amandemen UUD 1945.

Sylviana juga memastikan hanya akan membahas Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) seperti kesepakatan awal.

“Pasti kami akan mengawal itu. Kita ini negara hukum, maka kami akan mengawal hal-hal yang melanggar konstitusi,” kata Sylviana di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Ahad, 20 Maret 2022 dikutip dari tempo.co.

Baca Juga : Wacana Penundaan Pemilu, Pakar Komunikasi Politik Sebut Hanya Permainan Politik

Ia aka mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya untuk mengawal proses amandemen.

“Di sini kita saling mengawasi, masyarakat, akademisi, para alumnus Lemhanas yang mengerti UUD 1945 itu dengan Astagatranya, itu perlu sekali mengawasi,” ujar Sylviana.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar menyatakan kekhawatirannya terhadap agenda MPR dengan memasukkan PPHN dalam UUD 1945.

“Kita tidak pernah tahu apakah agenda amandemen itu cuman PPHN. Bisa jadi agenda lain mendompleng,” ujar Zainal dalam diskusi daring, Rabu, 16 Maret 2022.

Kalau pun PPHN lahir, Zainal tetap khawatir adanya perubahan terhadap sistem pemilihan presiden. Dia memprediksi presiden nantinya akan dipilih kembali oleh MPR seperti era Orde Baru.

“Bisa jadi presiden kembali dipilih MPR karena harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan PPHN ke MPR,” ujarnya.

Menurut Zainal, hal ini patut diantisipasi mengingat Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam sejumlah kesempatan menyebut ingin sistem pemilihan presiden kembali dipilih oleh MPR.

Wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi dan penundaan Pemilu 2024 di sisi lain juga harus dilakukan dengan mengubah UUD 1945. Pasalnya, dalam UUD 1945 saat ini masa jabatan presiden secara tegas dinyatakan hanya dua periode dan pemilu harus diselenggarakan dalam lima tahun sekali.