Namun saat itu, anggaran di Dinas Peternakan Sulsel tidak mencukupi. Lies kemudian meminta Syamsul untuk menghadap Kepala Bappeda yang saat itu dijabat Junaedi.

“Sampai sekarang juga tidak terealisasi itu proposal karena tidak ada uang. Waktu itu saya langsung sampaikan ke Bu Mega bahwa saya sudah koordinasi dengan Pak Junaedi dan tidak ada lagi anggaran,” tutupnya.

Saat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan, Nurdin Abdullah membantah jika proposal disebut berasal dari tim suksesnya.

“Setelah saya terpilih menjadi Gubernur Sulsel, tidak ada lagi tim sukses. Semua masyarakat punya hak. Termasuk Istri saya yang didatangi kelompok tani dan diberikan proposal. Namanya proposal harus kita sampaikan,” tegasnya.

“Yang mulia memang banyak proposal yang selalu dibawa ke kantor atau ke rumah dinas. Karena Provinsi Sulsel kita dorong menjadi lumbung daging nasional,” tambah Nurdin Abdullah.

Hakim Ketua, Ibrahim Palino pun menganggap pemberian proposal dari kelompok tani tersebut adalah hal yang wajar dilakukan.

“Iya Pak Nurdin normatif saja yah karena saya rasa memang kalau ke kampung-kampung banyak rakyat yang ingin mendapat bantuan dari pemeritah termasuk disodorkan proposal, yang jelaskan anggarannya ada dan sesuai target, kita beri yang butuh jangan sampai yang tidak butuh yang kita bantu,” jelas Ibrahim Palino.

Usai persidangan, Penasihat Hukum (PH) NA, Arman Hanis juga menilai pemberian proposal dari masyarakat adalah hal yang wajar. Ia sependapat dengan Hakim Ketua, Ibrahim Palino.

“Kata Syamsul Bahri proposal itukan tidak berjalan juga karena tidak ada anggarannya. Dalam hal ini tidak ada pemaksaan (intervensi) sama sekali dan itu normal saja,” tutup Arman Hanis.

Sebelumnya, Nurdin dalam dakwaan JPU diduga akan menerima suap senilai SGD 150.000, dan Rp.2,5 Miliar dari terpidana Agung Sucipto (AS) melalui terdakwa Edy Rachmat, eks Sekretaris PUTR Pemprov Sulsel.