Masyarakat di suruh tanda tangan setujuh atau tidak setujuh dengan besaran ganti rugi yang diberikan, apabila masyarakat tidak setujuh harus berpengadilan dan membayar 12 juta. Ini bentuk tindak pemaksaan untuk bertanda tangan setujuh secara paksa, ini pembodahan, kami tidak terima atas perlakuan hal seperti itu kepada orang tua kami yang menggarap lahan puluhan tahun, dan diberikan ganti rugi secara tidak layak bahkan sangat murah”.papar Bayu

“Masyarakat kami ini ingin kenaikan harga yang layak.”papar Camat Malangke

Tim APRESIAL menjelaskan bahwa mereka memberikan penilaian berdasarkan SPI 306. “Kami sudah menjalankan prosedural yang telah di tetapkan, kami menjalankan sesuai UU No.12 Tahun 2012 dan SPI (Standar Penilaian Indonesia) 306, dimana kami sudah menanyakan harga pasar di wilayah tersebut kepada beberapa pihak, kami menentukan Nilai Ganti Rugi (NGR) berdasarkan nilai pasar dan perbandingan harga”.Papar Tim APRESIAL ANAS KARIM.

Hal tersebut di sanggah oleh Korlap AMAL (Bayu), “bapak menjelaskan sesuai mekanis dan Standar Penilaian Indonesia (SPI), tapi realita di lapangan tidak terjadi, dan di SPI 306 tidak ada tertera tanah belakang dan tanah depan yang bapak utarakan, dalam UU No. 12 TAHUN 2012 bapak tidak menjalankan pasal 2 Asas dan Tujuan, di mana pasal tersebut ada Asas Keterbukaan, di dalam asas keterbukaan masyarakat berhak atas pengetahuan besaran ganti rugi yang diberikan dan di berikan pemahaman nilai besaran ganti rugi serta ada kesepakatan antara tim pemberi nilai (APRESIAL) dengan masyarakat yang teraliri saluran irigasi. Ada tahapan Negosiasi terjadi. Tapi realitanya tidak di jalankan.

Kekecewaan mendalam juga di rasakan oleh masyarakat, “kami sangat kecewa dan tidak terima ganti rugi yang diberikan, tanah kami di hargai sangat murah dan bahkan tanamannya jauh lebih murah, asal bapak tau lebih mahal bibit saya belikan dari pada ganti rugi yang bapak berikan terhadap tanaman kami. Tanaman kami ini sudah berproduksi bahkan kami sudah menikmati hasilnya, dengan seenaknya bapak kasi harga segitu, kalau saya tau dari awal saya tidak tanda tangan, bapak sudah membodohi kami, kami minta harga di naikan, ini tanah aset kami bagi petani, bapak tidak memberi tau kami dari awal mengenai harga kenapa baru sekarang.”papar Bapak Sa’i (Masyarakat)