JAKARTA – DPR dan pemerintah didesak Dewan Pers untuk hapus pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang disinyalir mengancam kebebasan pers.

Baca Juga : Titik Terang RUU Papua Barat Daya

Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Dewan Pers tidak melihat perubahan pada sejumlah poin yang telah diajukan setelah mengkaji materi RUU KUHP yang versi terakhir.

“Setelah mempelajari materi RUU KUHP versi terakhir 4 Juli 2022, Dewan Pers tidak melihat adanya perubahan pada delapan poin yang sudah diajukan,” kata Azyumardi dilansir dari CNNIndonesia.com.

Lanjutnya, maka dari itu Dewan Pers menginginkan pasal-pasal yang dimaksud dihapuskan karena memiliki potensi ancaman kemerdekaan pers, kriminalisasi karya jurnalistik serta bertentangan dengan UU Pers 40/1999.

“Untuk itu Dewan Pers menyatakan agar pasal-pasal di bawah ini dihapus karena berpotensi mengancam kemerdekaan pers, mengkriminalisasi karya jurnalistik dan bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam UU Pers 40/1999 tentang Pers,” imbuhnya.

Pasal-pasal yang dimaksudkan beberapa di antaranya adalah Pasal 184 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara, Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Lalu, Pasal 240-241 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah.

Kemudian Pasal 263-264 tentang Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong, Pasal 280 tentang Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan, Pasal 302-304 tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan.

Lalu Pasal 351-352 tentang Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara, Pasal 440 tentang Tindak Pidana Penghinaan, serta Pasal 437 dan 443 tentang Tindak Pidana Pencemaran.

Lanjut Azyumardi , Dewan Pers menilai pasal-pasal tersebut multitafsir dan berpotensi membelenggu kebebasan pers.