JAKARTA – Menurunnya kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun terakhir di tanggapi serius oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter. Hal tersebut ia sampaikan pada sebuah diskusi yang digelar secara virtual yang bertajuk ‘Perempuan Pulihkan KPK’, Senin (13/9/2021).

 

Baca Juga : Dugaan Korupsi Miliaran, Mahasiswa Desak Dinas Ketahanan Pangan Sulsel Bertanggung Jawab

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan sejarah akan mencatat pemerintahaan Jokowi sebagai titik awal hancurnya semangat pemberantasan korupsi, Menurutnya permasalahan itu harus ditanggapi serius agar masa kepemimpinannya tidak meninggalkan stigma buruk.

“Sejarah akan mencatat bagaimana pemberantasan korupsi itu justru hancur di tangan pemerintahan Jokowi. Itu satu catatan yang menurut saya harus ditindaklanjuti secara serius oleh presiden,” ucapnya.

Lanjutnya, mengatakan adapun indikator yang dapat jadi rujukan adalah menurunnya kinerja KPK dalam 2 tahun terakhir. Tahun 2021 KPK hanya mampu menyelesaikan 13 dari 120 kasus.

“Untuk semester 1 saja KPK baru selesaikan 13 kasus dari utang kasus yang sebenarnya mencapai 120 kasus,” ujarnya.

Ia menjelaskan Menurunnya kinerja KPK disebabkan oleh permasalahan internal. Salah satunya adalah masalah alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Test Wawasan Kebangsaan (TWK). Beberapa pegawai yang tak lolos test adalah penyidik yang sedang menangani kasus yang terpaksa di berhentikan.

“Apa kemudian kaitan TWK dengan kinerja KPK di bidang penindakan hari ini? Jadi, dari 13 kasus yang ditangani KPK itu, lima kasus di antaranya adalah kasus-kasus yang dipegang oleh penyidik yang sekarang akhirnya diberhentikan secara paksa oleh TWK,” ungkapnya.

Selain itu, Lola juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar yang berhubungan langsung dengan pihak berperkara.

Ia menyebutkan KPK saat ini adalah lembaga yang banyak melakukan pencitraan. Ia mencontohkan kelakuan Firli Bahari yang melakukan gimmick dengan mempertontokan dirinya sedang memasak nasi goreng dibandingkan fokus untuk menyelesaikan kasus.

“Itu sebetulnya menunjukkan wajah KPK hari-hari ini itu sudah tidak bisa dipoles. Banyak gimmick. Kita ingat di awal-awal ketika Firli masak nasi goreng dibanding dia menuntaskan pr-pr agenda yang sebetulnya menjadi utang KPK,” ujarnya.

Menurutnya, permasalahan yang terjadi di  tubuh KPK menjadi tanggung jawab Presiden berdasarkan Revisi UU KPK. Lembaga tersebut sekarang masuk dalam kekuasaan Eksekutif, ini membuat Presiden mempu melakukan sesuatu untuk memperbaiki KPK.

“Jadi itu refleksi dari kinerja Presiden Jokowi. Ketika bawahannya tidak perform, ya itu kan jadi tanggung jawab dari presiden, bagaimana kemudian dia harus mengurai masalah yang ada sekarang,” ujarnya.