RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama sejumlah menterinya diminta untuk hadir dimintai keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2024.

Permintaan tersebut disampaikan dalam surat yang dikirimkan Koalisi Masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/4/2024).

“Dalam surat hari ini kami menyampaikan surat terbuka yang isinya meminta agar Hakim Konstitusi menghadirkan dan meminta keterangan dari Presiden RI Bapak Joko Widodo dan juga delapan menteri dan pejabat Kementerian/lembaga yang kami pandang sangat penting kterangannya untuk didengarkan dalam sidang PHPU hari-hari ini,” kata perwakilan Koalisi Masyarakat, Usman Hamid di Gedung MK, Jakarta, Kamis (4/4/2024), mengutip CNNIndonesia.com.

Sejumlah menteri yang juga diminta hadir, yakni Menteri Sekretaris Negara, Pratikno; Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas; Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.

Lalu, Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin; Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo; Menteri Pertahanan; Prabowo Subianto; Panglima TNI Agus Subiyanto; dan Kepala BIN, Budi Gunawan.

Usman mengakui jika waktu yang tersedia terbatas. MK mempunyai waktu 14 hari untuk memproses sengketa Pilpres 2024.

Namun, Usman berharap surat terbuka yang mereka kirim dipertimbangkan para Hakim Konstitusi. “Ini demi tercapainya kebenaran material demi tercapainya keadilan yang bersifat substansial,” kata dia.

Usman menjelaskan ada sejumlah hal penting yang mereka tuliskan dalam surat terbuka tersebut. Salah satunya, peran Jokowi yang mempengaruhi penyelenggaraan pemilu.

“Baik itu melalui penyaluran bansos, pengerahan aparat TNI maupun Polri,” ujar Usman.

Koalisi Masyarakat itu terdiri dari mantan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo; Mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo; Sekjen Transparency International, Danang Widoyoko; dan Pakar Hukum Tata negara Feri Amsari.

Lalu ada pula eks Penyidik KPK, Novel Baswedan; eks Pimpinan KPK, Saut Situmorang; Ketua Dewan Penasehat Public Virtue Research Institute, Tamrin Amal; Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid; serta Dewan Penasihat Perluden, Titi Anggraeni.