JAKARTA – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito angkat suara mengenai sejumlah pihak yang menganggap BPOM lalai dalam melakukan pengawasan produk obat di Indonesia.

Baca Juga: Proyeksi Ekonomi Digital Negara di Asia Tumbang

Penny membantah hal tersebut dan memastikan BPOM telah melakukan pengawalan sangat ketat sesuai tupoksinya.

“Jika kalau sekarang ada penggiringan terhadap BPOM yang tidak melakukan pengawasan secara ketat, itu karena tidak memahami saja dari proses jalur masuknya, bahan baku, pembuatan, di mana, peran-peran siapa,” kata Penny dilansir dari CNNIndonesia.com.

Penny mengatakan bukan hanya BPOM yang wajib menjaga keamanan di Indonesia namun ada sejumlah pihak yang berperan dalam hal itu termasuk obat. Ia menyebut, salah satunya standar farmakope yang seharusnya ada di Kementerian Kesehatan, namun standar itu belum ada dalam proses produksi obat.

“Karena dalam sistem jaminan keamanan bukan hanya ada BPOM, ada standar yang harus ada, dimana disini belum ada,” kata dia.

Lebih lanjut, Penny juga menjelaskan dalam teknis pengawasan, pihaknya melakukan pemeriksaan pada bahan baku pharmaceutical grade yang masuk kategori larangan dan pembatasan (Lartas). Barang-barang tersebut harus mendapatkan izin BPOM baru boleh masuk ke Indonesia. Ia juga menyebut pengawasan itu dilakukan secara ketat.

Sementara bahan pelarut seperti propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) merupakan bahan pelarut yang diimpor melalui kategori non lartas, sehingga bukan masuk pemeriksaan BPOM, melainkan Kementerian Perdagangan.

“Sehingga BPOM tidak bisa melakukan verifikasi terkait hal tersebut,” ujar Penny.

Komunitas Konsumen Indonesia sebelumnya melayangkan somasi terhadap BPOM lantaran diduga melakukan kebohongan publik terkait pengumuman 133 nama obat sirop yang dinyatakan aman propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, hingga gliserin atau gliserol.