KPPU Selesaikan Persoalan 1.100 Petani Plasma di Kutai Kartanegara
JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali menyelesaikan persoalan kemitraan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kali ini kemitraan yang dilakukan oleh PT Agri Eastborneo Kencana (PT AEK) atas kemitraannya dengan sekitar 1.100 petani plasma yang tergabung dalam Koperasi Bina Tani Sawit Sedulang (BTSS) di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Lukman Sungkar selaku Direktur Pengawasan
Kemitraan pada Sekretariat KPPU menyampaikan penyelesaian tersebut seiring dengan diserahkannya Penetapan Penghentian Perkara Perkara Nomor 03/KPPU-K/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dari KPPU, yang diwakili oleh Direktur Pengawasan Kemitraan Lukman Sungkar, kepada Direktur Utama PT AEK Adalin Ali kemarin sore di Kantor Pusat KPPU Jakarta.
“Penetapan tersebut diberikan sejalan dengan telah dilaksanakannya perubahan perilaku oleh PT AEK paska dikeluarkannya Surat Peringatan Tertulis I, II dan III setelah masa pemantauan pelaksanaan perbaikan yang dijalankan KPPU selama 1 tahun,” katanya.
Lebih lanjut Lukman menyebutkan sebagai informasi, KPPU melakukan pemeriksaan atas kemitraan inti plasma PT AEK setelah adanya laporan masyarakat.
Dalam laporan, PT AEK diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Kemitraan tersebut dinilai tidak memenuhi prinsip-prinsip kemitraan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008,” ungkapnya.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan adanya perilaku penguasaan yang dilakukan PT AEK terhadap kegiatan usaha yang dijalankan oleh mitranya, para petani plasma anggota Koperasi BTSS, sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani plasma.
“KPPU kemudian memberikan perintah perbaikan melalui Peringatan Tertulis I,
Peringatan Tertulis II dan Peringatan Tertulis III kepada PT AEK,” terangnya.
Berbagai perintah perbaikan
dipatuhi dan dilaksanakan oleh PT AEK, khususnya pada beberapa hal yakni;
1. Pencabutan klausula-klausula Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PT AEK dengan
Koperasi BTSS yang merupakan bentuk penguasaan oleh Inti. Klausa tersebut seperti
tidak diperkenankannya perubahan ketetuan anggaran dasar, anggaran rumah tangga,
dan pengurus Koperasi BTSS tanpa persetujuan tertulis dari PT AEK. Serta klausa adanya
jaminan Koperasi BTSS kepada PT AEK bahwa Koperasi akan selalu mematuhi isi dan
ketentuan perjanjian, sehingga apabila ada, maka tindakan/perbuatan Koperasi atau
anggotanya dinyatakan batal demi hukum dan tidak akan mempunyai akibat/pengaruh
apapun juga terhadap pelaksanaan perjanjian kemitraan.
2. Perbaikan klausula-klausula dalam PKS agar kedua pihak secara bersama-sama
melakukan penyusunan administrasi terkait rencana anggaran pengelolaan dan
perawatan kebun, rencana kerja operasional, perhitungan hasil panen, dan laporan
keuangan. Serta klausa agar PT AEK melibatkan Koperasi BTSS untuk pengelolaan
kebun plasma dalam bentuk pengembangan usaha dan kemampuan Koperasi.
3. Kewajiban agar PT AEK bersama-sama dengan Koperasi BTSS melakukan pembahasan
rencana pelatihan dan pelaksanaannya bagi anggota Koperasi BTSS.
4. Kewajiban agar PT AEK melakukan audit keuangan kebun plasma dengan menggunakan
auditor independen yang dipilih bersama dengan Koperasi BTSS.
5. Kewajiban agar PT AEK memberikan data dan informasi terkait mengenai copy peta lahan
dan copy sertifikat HGU milik Koperasi BTSS.
Dengan adanya perbaikan dalam kemitraan di atas, KPPU menghentikan proses penegakan hukum atas Perkara Nomor 03/KPPU-K/2022 tersebut.
Melalui perubahan perilaku ini, sekitar 1.100 mitra petani plasma anggota Koperasi BTSS akan memperoleh manfaat dalam bentuk adanya pembinaan dan pelatihan sebagai proses transfer knowledge, pembangunan kebun sawit plasma sesuai standar yang ditetapkan pemerintah, penerimaan hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kebun plasma, dan penerimaan serfikat Hak Guna Usaha (HGU) dan sertifikat Hak Tanggungan atas nama Koperasi BTSS.
“KPPU berharap kemitraan yang dijalankan dapat meningkatkan dampak positif di masa
mendatang, dan para petani plasma semakin memahami hak dan kewajiban masing-masing
guna mengoptimalkan manfaat dari hubungan kemitraan tersebut,” pungkasnya.
Sementara perusahaan perkebunan sawit dapat menjalankan perannya sebagai perusahaan Inti dengan tetap mengedepankan prinsip saling mempercayai, saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.**
Tinggalkan Balasan