“Sesungguhnya isu hukum yang dikemukakan oleh Pemohon dalam Permohonan JR AD/ART ke MA ini adalah terkait dengan Perubahan AD ART Partai Demokrat Tahun 2015 menjadi AD ART Partai Demokrat Tahun 2020 yang secara formiil dibentuk dengan cara-cara yang tidak diketahui oleh peserta Kongres 2020 itu sendiri, yang di dalamnya ternyata terdapat perubahan-perubahan fundamental organ-organ partai, terutama kedudukan Majelis Tinggi Partai Demokrat, kedudukan Ketua Umum, mekanisme pelaksanaan kongres luar biasa, dan mekanisme penyelesaian sengketa internal Partai Demokrat,” kata Fahri Bachmid.

Dari perubahan-perubahan tersebut Majelis Tinggi dan Ketua Umum Partai Demokrat diberikan kewenangan yang sangat besar sehingga menggeser asas kedaulatan seluruh anggota. Dan Perubahan ini, menurut Fahri, telah menyebabkan Partai Demokrat bukan lagi sebuah partai demokratis, melainkan berpotensi menjadikanya sebagai sebuah partai yang oligarkis, feodal dan “Opresif” yang bertentangan dengan norma-norma konstitusi di dalam UUD NRI 1945 dan UU Parpol.

“Sehingga tepat, jika pihak-pihak yang berkepentingan telah harus mengeser perdebatan ini menjadi perdebatan yuridis yang lebih argumentatif akademis kedalam ruang persidangan, daripada membangun tafsir politis serta agitatif yang kering substansi,” paparnya.

Menurut Fahri, sesungguhnya, Permohonan JR AD/ART Demokrat era AHY ke MA tersebut merupakan suatu isu sekaligus permasalahan negara yang harus dipecahkan secara serius dan tuntas melalui suatu terobosan hukum dan keputusan yang lebih prospektif serta futuristik untuk perbaikan “kesisteman” partai politik di Indonesia kedepan, dalam bingkai prinsip negara hukum yang demokratis serta demokrasi konstitusional, oleh karena Partai Politik adalah “Properti Nasional” yang tentunya membutuhkan kesungguhan untuk didesain sedemikian rupa agar sejalan dengan kaidah-kaidah demokrasi konstitusional,

Ketika Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra,S.H.,M.Sc mengajukan permohonan ini ke MA, Kita secara sadar harus mahfum bahwa masalah AD/ART Partai Politik dari sisi peraturan perundang-undangan dalam hal penormaan memang luput menjangkau serta mengatur soal masalah pelembagaan pranata pengujian norma AD/ART Parpol ini,” pungkasnya.