Sebagai pemateri ketiga, Muhammad Yunus membawakan tema “Mengenal UU ITE: Digital Culture”. Pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan hoaks adalah kasus yang paling banyak berkenaan dengan UU ITE. “SAFENet sendiri mengusulkan beberapa pasal untuk direvisi, lantaran dinilai multitafsir, di antaranya Pasal 26 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 Ayat (2), Pasal 29, Pasal 36, Pasal 40 Ayat (2a dan 2b), serta Pasal 45 Ayat (3),” jelasnya.

Adapun pemateri terakhir, Suhandri Lariwu, menyampaikan tema “Jangan Asal Setuju: Ketahui Ketentuan Privasi dan Keamanannya”. Kata dia, tersebarnya data pribadi dapat berakibat fatal karena orang lain dapat menggunakannya untuk kepentingan yang menguntungkan mereka. “Jangan bagikan foto KTP/paspor atau tanda pengenal lain, perkuat kata sandi surel dan ganti kata sandinya berkala, aktifkan verifikasi dua langkah, dan hindari WiFi publik,” tegasnya. 

Setelah pemaparan materi oleh semua narasumber, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu moderator. Salah satu pertanyaannya, “Bagaimana tanggapan Anda ketika pemengaruh atau kreator konten yang memiliki konten inspiratif dan positif diserang dengan komentar kebencian? Di sisi lain ada oknum di media sosial yang memiliki konten negatif justru didukung dan disukai warganet?” tanya Mark F pada Lois Tangel.

“Kalau kita perhatikan komentar-komentar itu datang dari orang yang menggunakan akun kedua atau bahkan akun palsu karena mereka tidak berani menunjukkan jati diri sebenarnya. Kenapa banyak orang menyukai konten yang kurang bagus? Kalau menurut saya, itu tergantung pribadi masing-masing. Think twice and be wise kalau kita mau punya konten positif dan viral, ya kita harus lebih aktif dalam menyampaikan hal-hal positif,” jawab Lois Tangel.