Sistem pemilihan semacam ini menciptakan sebuah ilusi keterlibatan, namun sebenarnya justru menumbuhkan apati politik. Hal ini menjadi sangat paradoks: di satu sisi, pemerintah mengklaim memperkuat demokrasi dengan mendorong partisipasi pemilih; di sisi lain, pilihan yang tersedia tidak benar-benar memberikan ruang bagi rakyat untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka. Ini adalah situasi di mana negara berusaha mengontrol hasil pemilihan dengan membatasi opsi, sekaligus membatasi kritik yang sah.

Dari sudut pandang anarkisme, fenomena ini bisa dilihat sebagai contoh nyata dari bagaimana negara berfungsi sebagai alat kontrol, bukan sebagai perwakilan sejati kehendak rakyat. Anarkisme, yang menolak segala bentuk hierarki yang tidak sah, melihat kotak kosong sebagai simbol dari hilangnya kebebasan individu untuk memilih dan menentukan nasib sendiri. Saat pilihan dibatasi atau dihapuskan sama sekali, otoritas negara menjadi tidak terlegitimasi, karena tidak lagi mewakili kehendak bebas masyarakat.

Lebih jauh lagi, kotak kosong dapat dilihat sebagai alat yang digunakan untuk memperkuat status quo. Dengan hanya satu calon yang maju, seringkali didukung oleh jaringan kekuasaan yang luas, hasil pemilihan menjadi hampir pasti. Ini bukanlah demokrasi; ini adalah oligarki yang dikemas dengan cara yang seolah-olah demokratis. Hal ini hanya memperkuat ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi politik, dan dalam beberapa kasus, dapat mendorong individu untuk mencari alternatif di luar sistem yang ada.

Namun, anarkisme bukanlah sekadar teori yang mengkritik negara. Ia juga menawarkan sebuah visi tentang bagaimana masyarakat bisa diorganisasi tanpa hierarki otoriter. Dalam konteks pilkada dengan kotak kosong, gagasan anarkisme mungkin tampak lebih relevan dari sebelumnya. Tanpa pilihan yang bermakna, masyarakat mungkin mulai mempertanyakan relevansi dari pemilihan kepala daerah itu sendiri. Mereka mungkin mencari cara-cara baru untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka, baik melalui aksi langsung, bentuk-bentuk baru dari organisasi sosial, atau bahkan melalui ketidaktaatan sipil.