Karena itu negara dalam wilayah praktek hukumnya berusaha mematikan pikiran dan perasaan mati sebagai manusia yang secara tubuhnya hidup. Bagaimana mungkin tidak akan disebut demokrasi yang tidak pingsan di Indonesia? Karena itu supaya berjalan dan mematikan berjalannya kebebasan demokrasi khusus berekspresi dan berpendapat, diperlukan peraturan perundangan yang harus bisa memastikan juga peraktek dan penggunaan kekuatan aparat keamanan yang tidak berlebihan dan menghormati kebebasan berekspresi dan berpendapat secara damai sesuatu peraturan yang berlaku.

UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 25 UU memastikan, setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara memenuhi sesuai undangan-undangan, seperti diatur UUD NRI Tahun 1945, Pasal 28E ayat 3 menegaskan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Kebebasan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi.

Karena itu Kebebasan berekspresi dan berpendapat di muka sekurangnya dijamin UU No 39 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum. Sejalan juga dengan deklarasi hak asasi manusia di tingkat internasional. Seperti diatur melalui pasal 19 konvenan internasional tentang hak Sipil dan Politik, mengatur hak atas kebebasan berekspresi, pasal selanjutnya pada pasal 21 mengatur hak kebebasan berkumpul, termasuk pasal lainnya pada pasal 22 mengatur kebebasan berserikat.