RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI,  Tito Karnavian menjelaskan bahwa pegawai honorer di daerah sering kali diisi oleh tim sukses pejabat yang menang dalam Pilkada. Dampaknya, anggaran yang digunakan untuk honorer tersebut menjadi besar.

Tito menyatakan bahwa di banyak daerah, perekrutan pegawai honorer tidak didasarkan pada keterampilan atau kebutuhan, tetapi berdasarkan rekomendasi dari pejabat terpilih.

“Kenapa kadang-kadang yang repot itu, terutama honorer. Honorer ini banyak, ada 3 ya, ada yang skill itu pendidikan, kesehatan, terutama ya, dokter, bidan, fine lah. Tapi yang tenaga umum itu tim sukses. Mereka begitu menang yang didukung, dijadikan tenaga honorer,” kata Tito di Gedung Kemenkeu, Selasa (24/9/2024) mengutip CNNIndonesia.

Kondisinya membuat daerah-daerah tersebut kesulitan untuk berkembang dan bergantung sepenuhnya pada dana transfer dari pemerintah pusat. Kurangnya kualitas SDM menjadi penyebabnya sehingga daerah tidak mampu menghasilkan pendapatan dengan mandiri.

“Jam 8 datang, jam 10 sudah pulang. Kan repot,” ujarnya.

Selain itu, Tito menambahkan bahwa ketika masa jabatan pejabat yang membawa tim sukses berakhir, pegawai honorer yang direkrut oleh mereka tidak diikutsertakan. Hal ini mengakibatkan penumpukan pegawai honorer yang berbeda saat terjadi pergantian pejabat.

“Nanti kalau ganti kepala daerah, terpilih lagi, yang tim sukses yang lama honorer masih tetap ada, diberhentikan mereka marah, demo, yang tim sukses pejabat yang baru, kepala daerah baru, nambah lagi,” bebernya.

Oleh karena itu, Tito berencana untuk mengatur jumlah pegawai honorer di setiap pemerintah daerah. Upayanya ini bertujuan untuk mengurangi belanja pegawai yang menjadi pos anggaran terbesar di daerah sehingga dana transfer dari pemerintah pusat benar-benar memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat setempat.

“Kalau pendapat saya perlu diatur. Nanti harus dibicarakan, tiap daerah butuhnya beda. Itu harus dibicarakan supaya nyetop ini,” tuturnya.