Kewenangan Kejaksaan sebagai Jaksa Pengacara Negara diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 yang mengatur kedudukan Jaksa Agung sebagai pengacara negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan Jaksa Agung selaku Pengacara Negara tersebut memberikan pemaknaan baru terhadap kewenangan Kejaksaan di bidang perdata dan tata usaha negara selaku advocaat generaal yang dapat bertindak karena kedudukan dan jabatannya sebagai Jaksa Pengacara Negara untuk dan atas nama negara atau pemerintahan termasuk BUMN/BUMD, maupun kepentingan umum di bidang perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan dengan surat kuasa khusus di semua lingkungan peradilan baik di litigasi atau non-litigasi. Kewenangan tersebut kemudian dipertegas dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 mengatur Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada Presiden dan instansi pemerintah lainnya termasuk BUMN/BUMD. Kedudukan Jaksa Pengacara Negara menjadi ikhtiar negara untuk memperluas peran dan kontribusi Kejaksaan. Kewenangan tersebut merupakan bentuk kepercayaan negara kepada Institusi Kejaksaan karena dianggap mampu dan berkompeten. Tak salah jika Kejaksaan menjadi lembaga penegak hukum secara konsisten paling dipercaya oleh masyarakat.

Tak hanya dalam bidang perdata dan tata usaha negara, dalam perkara tindak pidana korupsi Jaksa Pengacara Negara juga memiliki peran berjuang mengembalikan kerugian negara, hal tersebut diatur pada Pasal 32 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Permberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur bahwa “dalam hal penyidikan menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.”